Ketua DPRD Buru Larang Dana Desa Digunakan untuk Publikasi

Ketua DPRD Buru Larang Dana Desa Digunakan untuk Publikasi
Ketua DPRD Buru, M Rum Soplestuny (Foto: M Fitrah Suneth/monologis.id)

BURU - DPRD Kabupaten Buru, Maluku, tidak menyetujui langkah kepala desa di daerah itu yang mengikat kontrak dengan dua media dari Group Jawa Pos dengan berkedok publikasi menggunakan dana desa Tahun Anggaran 2021.

Hal itu ditegaskan Ketua DPRD Buru, M Rum Soplestuny, Kamis (28/01) sore.

Rum menjelaskan, Komisi I akan menggelar rapat dengan 10 Camat dan beberapa penjabat kepala desa. Pada rapat tersebut DPRD mempertanyakan kontrak tertulis oknum kades dengan dua pimpinan media.

"Komisi I akan mempertanyakan itu. Karena prinsipnya DPRD masih melihat sisi manfaat pada masyarakat dari kontrak tersebut yang akan membebani pundi-pundi dana desa,” tegasnya.

Ditegaskan, DPRD tidak mendukung langkah para kades itu, karena alokasi dana desa harus difokuskan untuk pemberdayaan masyarakat di desa.

"Karena dengan kondisi COVID-19 ini alur perputaran ekonomi ini semakin susah dan sulit, sehingga DPRD lebih prioritaskan pemberdayaan di desa," ujarnya.

Untuk itu, nanti akan dilihat urgensinya, kontrak tersebut. "Apakah yang bikin kontrak dengan media itu urgen kah bagi desa. Kalau tidak urgen, tidak perlu dianggarkan, karena lebih baik digunakan untuk pemberdayaan masyarakat yang ada di desa," saran Rum.

Dimintai tanggapannya tentang kontrak tersebut yang juga menyalahi pedoman umum penggunaan dana desa tahun 2021, Rum mengatakan nantinya Ketua Komisi I akan melaporkan dari hasil rapat.

“Pastinya setiap kontrak kerja yang dibuat, menurut DPRD tetap harus mengacuh kepada asas kepatuhan. Asas kepatuhan itu tidak melanggar aturan atau regulasi yang ada," tegasnya lagi.

"Kalau bertabrakan, atau menyalahi aturan, sebagai wakil rakyat sebagai anggota DPRD kita tetap tidak menyetujui itu," imbuhnya.

Diketahui, ada sejumlah oknum kepala desa telah mengikat kontrak dengan PT Ambon Manise Intermedia  dan PT Ambon Press Intermedia, dua perusahan milik Group Jawa Pos yang terbit di Ambon. Kontrak itu dibuat pada November 2020 lalu.

Kontrak tersebut diduga melanggar Permendesa PDTT 13 tahun 2020 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2021 yang  ditetapkan di Jakarta pada tanggal 14 September 2020 oleh Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Abdul Halim Iskandar.

Sebab, kontrak kerjasama dengan dalih publikasi dan sosialisasi kegiatan kades itu bukan gratis, tapi harus dibayar menggunakan dana desa di tahun anggaran 2021 ini dengan nilai kontrak Rp15 juta per media.

Sumber di DPRD Buru mengatakan, bila kontrak ini terlaksana pada 82 desa difinitif yang ada di Kabupaten Buru, akan menghabiskan dana desa sebesar Rp2,4 milyar dan seluruhnya lari ke kantong media Group Jawa Pos, Ambon Ekspres dan Berita Kota.

Dia menyesalkan ada kontrak seperti ini yang dicurigai ada muatan lain menjelang pilkada 2022 nanti. "Kalau mau gunakan dana yang lain, silakan selama daerah masih mampu. Tapi jangan gunakan dana desa," sumber tersebut mengingatkan.

Setelah kasus ini tercium, Ketua Komisi I , Masir Salasiwa menolak wartawan untuk meliput langsung rapat dengar pendapat dengan para camat dan sejumlah kepala desa.

Masir Salasiwa beralasan rapat Komisi I ini dilakukan tertutup. Langkah Ketua Komisi I sempat diprotes wakil rakyat dari Partai Golkar, Iksan Tinggapy.

Iksan yang juga mantan ketua FORD Buru menegaskan, jika tidak ada apa-apa kenapa harus takut diliput wartawan.

Namun permintaan Iksan itu tidak dipedulikan ketua Komisi I asal Partai Persatuan Pembangunan ini. Rapat sempat skorsing dan kemudian lanjut lagi dan tetap tertutup.

Diduga kuat, Ketua Komisi I mencoba menjadi bemper agar publik tidak mengetahui siapa dalang yang memerintah para kades skenario kerjasama .

Para camat yang ditanya wartawan juga tutup mulut soal kerjasama tersebut. Sedangkan Kadis PMD, Yamin Maskat yang datang ke gedung dewan menghindari wartawan dengan langsung masuk ke ruang rapat.

Beberapa sumber terpercaya, mengungkapkan, kalau perintah kerjasama publikasi menggunakan DD yang menabrak aturan itu datang dari Yamin Maskat. Perintah itu kepada para camat kemudian dilanjutkan para camat kepada para kades.