Janji 100 Hari Kerja Bupati-Wakil Bupati Pasaman Barat Dinilai Gagal

PADANG - Pergerakan Milenial Minang (PMM) janji 100 hari kerja Bupati dan Wakil Bupati Pasaman Barat, Hamsuardi-Risnawanto, dinilai gagal.
Penilaian tersebut didasari pada pemecatan 3200 tenaga harian lepas (THL) di lingkungan Pemerintahan Kabupaten Pasaman Barat, yang terdiri dari tenaga guru, medis, teknis dan PTT. Kebijakan tersebut dilakukan dengan dalih upaya penghematan anggaran.
“Kebijakan tersebut sangat disayangkan dan kebijakan ini kita nilai brutal. Kenapa bupati tidak mengkaji berbagai aspek-aspek dari kebijakannya tersebut, sebetulnya jika ingin menghemat anggran tidak perlu mengorbankan sebanyak 3200 THL,” kata Ketua Umum PMM Fikri Haldi, Jumat (04/06)
Menurut Fikri, seharusnya Bupati Pasaman Barat bisa memangkas anggaran perjalanan dinas.
“Sikat dan potong perjalanan dinas dan kunjungan studi banding tiap-tiap instansi keluar daerah maupun keluar negeri, serta pembelian peralatan kendaraan dinas dan lainnya yang tidak urgen, itu lebih menjadi kebijakan yang kongkrit, bukan menciptakan ribuan penggangguran,” tutur mahasiswa asal Air Bangis tersebut.
Fikri mengkhawatirkan kebijakan tersebut bisa merusak tatanan sosial dan bisa menimbulkan kerawanan sosoial, “Itu sudah konsekuensinya, jika angka pengangguran tinggi, maka tingkat kriminal nya juga semakin tinggi, bukannya mewujudkan lapangan pekerjaan seluas-luasnya bupati malah membuat kebijakan menyegsarakan rakyatnya sendiri,” tegasnya.
Dia juga menegaskan, janji 100 hari kerja bupati dan wakil bupati hanyalah hayalan dan tidak ada satupun terealisasi.
“Program penuntasan kemiskinan dan menyelesaikan sengketa lahan yang banyak menimbulkan konflik selama ini di berbagai nagari di Pasaman Barat, mana tak ada, beliau malah membuat ribuan pengangguran," kata dia.
"Padahal APBD Pasaman Barat lebih besar dari pada tahun-tahun sebelumnya, angka yang sekarang mencapai Rp1,4 Triliun, kenapa tidak bisa di manfaatkan dan di maksimalkan, lowongan pekerjaan di Pasaman Barat masih sulit, malah mem-PHK ribuan masyarakatnya," imbuhnya.
Kata Fikri, tanggung jawab seorang pemimpin adalah mensejahterakan rakyatnya, bukan malah membuat sulit masyarakat.
"Dari data yang kami telusuri melalui pemberitaan di berbagai kabupaten/kota di seluruh Indonesia, kebijakan merumahkan THL rata-rata polanya sama dilakukan pasca pilkada dimasa awal transisi kepemimpinan di berbagai kabupaten/kota dengan alasan yang sama di berbagai kabupaten/kota lemahnya anggran daerah dan tidak sanggupnya anggaran daerah untuk membayar gaji THL," ungkapnya.
Lebih mengejutkan lagi, lanjut Fikri, Pasaman Barat lah yang paling brutal di posisi teratas merumahkan THL.
“Jadi bisa kita simpulkan poinnya bukan lemahnya Anggran tetapi ini ada motif lain. Di era keterbukaan informasi hari ini masyarakat bisa telusuri, silahkan awak media dan masyarakat cek di google soal THL ini di berbagai kota/kabupaten, dan himpun datanya kalo tidak percaya,” tutup Fikri.