DPRD Tulangbawang Desak Aktivitas Tambang Pasir Berkedok Program Gubernur Dihentikan

TULANGBAWANG – Komisi III DPRD Tulangbawang meninjau program pendalaman alur laut sungai Tulangbawang di kampung Kualateladas, Kecamatan Denteteladas, Tulangbawang, Lampung, Selasa (31/08).

Kedatangan anggota Komisi III DPRD Hamdi dan Rengga Saputra didampingi Camat Denteteladas Suratman disambut langsung para nelayan setempat.

Camat menyampaikan, masyarakat menolak adanya pertambangan pasir laut berkedok program pendalaman alur laut oleh PT Sienar Tri Tunggal Perkasa (STTP) berkedok program Gubernur Lampung melalui Dinas Perhubungan Provinsi di perairan laut Kualateladas

“Jadi apa yang disampaikan masyarakat pada waktu itu sudah di sampaikan juga kepada Dinas Provinsi, hanya sebatas menjembatani atau memfasilitasi dan memberikan laporan kepada pimpinan, untuk para nelayan mumpung ada anggota DPRD Komisi III yang bertugas sebagai mana dengan poksinya silakan sampaikan aspirasi masyarakat sesuai dengan aturan yang ada," kata Suratman.

Darmis, salah satu nelayan Kualateladas berharap aktivitas pengerukan pasir itu dihentikan.

“Kami nelayan yang dirugikan dengan adanya aktivitas ini,” ungkap Darmis.

Pada kesempatan itu, anggota Komisi III DPRD bertemu sejumlah tenaga kerja yang sedang berada diatas kapal.

"Maaf pak, kami diperintahkan oleh pihak perusahaan tidak boleh naik kapal, siapa pun itu. Kita belum berkerja hanyalah uji coba saja,” ucap salah satu pekerja.

Menyikapi itu, Komisi III DPRD Tulangbawang meminta PT STTP menghentikan aktivitas tambang pair laut dan kepada instansi berwenang lintas sektor OPD Dinas Perhubungan Provinsi, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi, Dinas Lingkungan Hidup Provinsi, mengevaluasi perizinan kegiatan pendalaman alur laut pelayaran yang merugikan para nelayan kampung Kuala Teladas. 

“Mengingat telah melampaui perlindungan kekayaan laut yang di atur dalam Undang-Undang RI No 1 tahun 2014,” papar Hamdi kepada awak media.

Dia menegaskan, penambangan pasir laut dilarang sebagaimana diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 dan direvisi dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Dalam Pasal 35, tertulis bahwa dilarang melakukan penambangan pasir jika dapat merusak ekosistem perairan," jelas Hamdi.

Dia meneruskan, Pasal 35 Ayat (1) menyatakan melakukan penambangan pasir pada wilayah yang apabila secara teknis, ekologis, sosial, dan/atau budaya menimbulkan kerusakan lingkungan dan/atau pencemaran lingkungan dan/atau merugikan masyarakat sekitarnya dan melanggar Pasal 109 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup merusak ekosistem perairan, Provinsi Lampung juga telah memiliki Perda Lampung No 1/2018 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Lampung Tahun 2018—2038 yang mengatur tata ruang di pesisir dan pulau-pulau kecil. Berdasarkan Pasal 66 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH), setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata.

“Dengan adanya aktivitas ini masyarakat terutama nelayan hasil tangkap menjadi menurun dan ekosistem menjadi tercemar,” ujar Hamdi.

Usai dari lokasi, kedua anggota komisi III langsung berkunjung ke kantor PT STTP di Kampung Kualateladas. Hamdi bertemu dengan Mery staf perusahaan.

"Kami minta perusahaan menghentikan aktivitas penambangan, jangan abaikan kepentingan masyarakat setempat. Kami tidak melarang para investor berkerja di Teladas mana kala ada kebaikan dan jelas ada manfaatnya, akan tetapi jika program ini akan merugikan masyarakat banyak dan yang akan diuntungkan hanyalah oknum-oknum pemerintah dan masyarskat maka kami akan bertindak tegas," terangnya.

Mery, staf perusahaan justru menuding anggota Komisi III DPRD Tulangbawang belum memegang data.

“Kita sudah sosialisasi sejak 2019, dan izin kita ada enam mulai dari Dirjen Kelautan, MOU Gubernur, Dinas Perhubungan Provinsi, Dinas ESDM dan Kementerian ESDM semuanya sudah lengkap, lebarnya pendalaman alur 300x9KM dalamnya 7 meter pendalaman alur pelayaran,” kata Mery.

Dia melanjutkan, tadinya memang Pemerintah harus biayai APBN atau APBD karena tidak ada anggaran APBN atau APBD di MOU kan dengan pihak ke-3 baik pun hasil mau sampah, batu dan pasir apapun itu yang didalam pendalaman alur boleh dimanfaatkan oleh pihak ke-3 dan sudah kita lakukan sosialisasi di empat kampung yang terdampak.