Bocah Korban Pencabulan Oknum P2TP2A Lampung Timur Diancam Dibunuh

BANDARLAMPUNG - Ayah korban kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh oknum Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Lampung Timur, tak pernah menyangka kejadian tragis ini akan menimpa putri sulungnya.
Usai melakukan penyelidikan lanjutan di Polda Lampung pada Selasa (07/07), ia sangat menyesalkan tindakan yang dilakukan DS, terduga pelaku, terhadap putrinya.
“Awalnya saya tau informasinya dari saudara saya si Y. Begitu dapet info saya jawab, nggak mungkin lah dia itu perlindungan anak pimpinan bahkan berseragam. Tapi si Y ini maksa saya buat nanya ke anak saya langsung dengan syarat nggak boleh mukul atau emosi biar semuanya terbuka. Begitu dengar langsung dari anak saya, spontan saya langsung terkejut ini harus melalui jalur hukum pikir saya. Karena pamannya kan ke jalur hukum juga sebelumnya,” jelasnya.
Pada akhir 2019 lalu, korban pernah mengalami kekerasan seksual yang dilakukan oleh pamannya sendiri, yang saat ini sudah menjalani hukuman selama 13 tahun penjara. Semenjak itu korban sering bersama DS untuk dilakukan pendampingan sekaligus mengurus pendaftaran sekolah korban. Bahkan menurut pengakuan ayah korban, DS sudah 5 kali menginap di rumahnya karena jarak dari rumah DS ke rumah korban cukup jauh meskipun masih berada di daerah yang sama.
“Waktu saya ajak ke jalur hukum, korban tadinya nggak mau dia takut sama si DS karena dapet anceman juga. Terus kata saya jangan takut kan ada polisi. Tapi korban katakan, Pak DS itu temannya banyak. Anak saya memang diancam buat nggak bilang ke saya ataupun orang lain. Kalau sampai bilang katanya mau di patah-patah, di bunuh bahkan dia sempet bilang mau di santet,” ungkap S.
Saat ini korban akan di bawa ke ruman aman yang ditawarkan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A) Provinsi Lampung. Namun ayah korban masih mempertimbangan dan keputusan berada di tangan korban. “Anak saya belum mau, kalau saya sebagai orangtua ya dukung aja. Tapi belum tau nanti tunggu jawaban anak saya gimana,”ujarnya.
Ayah korban berharap oknum P2TP2A mendapat hukuman yang seberat-beratnya sesuai dengan apa yang ia lakukan terhadap anaknya. “Terserah apa pun itu yang pentin hukumannya berat, saya tidak terima,”pungkasnya.
Kepala Dinas P3A Provinsi Lampung Theresia Sormin berharap usai dari penyeledikan tersebut korban bisa tinggal di rumah aman yang sudah disediakan Dinas P3A. “Saya sarankan lebih baik saya yang melindungi. Tapi kalau alamat nggak boleh diketahui. Saya berharap setelah keluar dari sini, sudah saya rayu mau masuk ke rumah aman saya. Rumah aman provinsi lengkap, psikologi ada, pendamping di bidang hukum ada, di bidang pendidikan juga ada,” ujarnya usai mengikuti penyelidikan di Polda Lampung.
Theresi juga menampik bahwa pelaku adalah ASN bahkan terlapor bukan kepala hanya anggota P2TP2A. “Terlapor itu bukan ASN. Untuk rekrutmen kita tidak tahu, karena kewenangan ada di kabupatennya sendiri. Sebetulnya sudah ada peraturan menteri apabila sudah dibentuk UPTD PPA, Lembaga-lembaga seperti itu ya, karena fungsinya sama. Tapi kalau daerah kabupaten kota masih membutuhkan silahkan saja,” kata Theresia.
Kabid Humas Polda Lampung, Kombes Pol Zahwani Pandra Arsyad mengatakan apabila penyelidikan ini sudah memenuhi unsur dalam pasal yang di tetapkan untuk terduga pelaku, maka akan segera ditentukan si x adalah tersangka dan melakukan proses pertanggung jawaban secara hukum.
“Apabila unsur itu terpenuhi sebagaimana di UU karna tau sendiri bahwa UU perlindungan anak ini ada tiga UU yang mengikat semuanya. Pertaama UU 23 tahun 2002 kemudian diperbarui lagi dengan UU 23 th 2014 dan terakhir UU 17 th 2016. Ancaman hukumannya itu ancaman diatas 10 tahun tentunya kami sebagai penyidik setidkanya harus betul-betul memenuhi unsur-unsur pasal yang dipersangkakan,” jelasnya.
Menurutnya unsur pasal yang dipersangkakan ini harus memenuhi unsur baik secara formil dan materil termasuk melakukan penyidikan secara Scientific Crime Investigation (SCI) “Karena kita melakukan ini bukan intrograsi tapi berita acara pemeriksaan secara yuridis atau pro yusdisial ini supaya tidak mengarah ke tersangka, dia tidak mengelak lagi kalau memang fakta-fakta atau bukti yang ada,” ujarnya.
Dalam pemeriksaan ini juga akan dilihat bagaimana pola prilaku si korban dalam kesehariannya, serta bagaimana pola pembinan terhadap keluarganya selama ini. “Dengan keluarganya gimana, nah untuk anak di bawah umur pemeriksaannya seperti itu. Kami melaksanakan proses penyidikan ini cepat, tepat dan akurat. Jadi jangan cepat tapi nggak akurat karna kita menganut azaz praduga tak bersalah kalau orang di persangkakan tp barang bukti tidak mendukung jangan sampai itu terjadi. Kita menginginkan berkas perkara ini sampai ke jaksa penuntut umum tidak bolak balik perkara agar ada kepastian hukum,” jelasnya.