Bekerja Dari Bawah Tanah

Oleh: Fauzan Azhima*
Segala sesuatu berlaku menurut situasi. Tidak ada yang baku. Siapa menyangka lafadz azan yang dikumandangkan Bilal Bin Rabah, kini teksnya bisa berubah. Tidak disangka pula Ka’bah bisa kosong. Tidak diduga ojek ternyata bisa dionlinekan. Dan kita pun terpaksa ikut arus dan tunduk pada situasi. Pokoknya tidak ada yang kaku di dunia ini.
Dalam situasi sekarang, di mana pandemi COVID-19 mengintai kita kapan dan di mana saja. Bagaimana sikap kita; pertama, jangan melawan arus. Seperti saat perang berlaku hukum perang. Kalau ada sweeping harus dihindari, bukan pasrah mengatakan “Saya serahkan hidup ini kepada Allah”. Lalu dapat kabar orang itu telah meninggal dan jenazahnya di buang di pinggir jalan. Atas sikap ceroboh itu, orang menyindirnya, “Dalam konflik hidup serba salah, kita berserah diri kepada Allah, selanjutnya Allah menyerahkan kita kepada Brimob”. Hikmahnya harus pandai-pandai membaca situasi, tidak begitu saja berpasrah diri kepada Allah.
Kedua, ikut arus situasi berdasarkan komando pemerintah. Kalau kita kaitkan dengan alinea di atas, berlaku damai seperti hukum damai. Jangan sudah damai, kita buat perang. Di Gayo namanya “Umah nge munge, murip pepalu” artinya rumah sudah selesai dibangun, kita masih ketok sana sini. Ikuti aturan aturan umum, bukan memaksakan kehendak pribadi atau kelompok.
Ketiga, jangan bergantung kepada pemerintah sepenuhnya. Sudah lazim kita lihat, sedikit masalah, lalu menyalahkan pemerintah. Bukankah ketika terjadi “cetak mencetak” tidak ada campur tangan pemerintah. Begitulah seharusnya kemandirian kita pelihara. Nabi Adam AS manusia berakal budi pertama dan kita adalah keturunannya sebagai penyambung khalifah di muka bumi ini. Jangan menggantungkan diri kepada pemerintah untuk melestarikan kehidupan ini.
Pada hari ini, himbauan pemerintah untuk jaga jarak (social distance) dan bekerja dari rumah. Siap saja laksanakan karena itulah yang terbaik mencegah penyebaran dengan cepat virus corona. Sayangnya sebagian dari kita, melihat itu anjuran pemerintah, lalu beramai-ramai menentangnya dengan tetap memenuhi warung kopi dan pusat keramaian lainnya. Masalahnya bukan siapa penyerunya, tetapi untuk saat ini yang penting adalah selamatkan diri kita.
Ke-empat, jangan memanfaatkan situasi. Penekanan ini khususnya kepada pedagang yang berencana menaikkan harga seluruh barang dagangannya. Seharusnya pada situasi seperti ini, semua kita saling tolong menolong; antara pedagang dan pembeli dan kaya dengan miskin. Kalau seluruh kekayaan orang per orang di Aceh dikumpulkan, lalu dibagi rata kepada setiap pribadi orang Aceh, kalau untuk menyelamatkan bangsa Aceh, itupun harus kita lakukan.
Begitu penting mengupayakan keselamatan diri. Sehingga menuntut ilmu dan bekerja dari dalam tanah pun harus kita laksanakan kalau memang harus demikian SOP-nya. Besar harapan semua kita sehat fisik dan fikiran. Sehingga lebih mudah bagi kita mencegah COVID-19.
* Ex Panglima GAM Linge