Jokowi Semakin Kokoh Hadapi Krisis Global

Jokowi Semakin Kokoh Hadapi Krisis Global
Harvick Hasnul Qolbi (foto:istimewa)

Oleh: Harvick Hasnul Qolbi *) 

Menuju 1 tahun kepemimpinan Presiden Jokowi periode 2, saya melihat sebuah potret kepemimpinan nasional yang semakin kokoh. Berbeda dari analisis lapuk sejumlah pengamat yang memang hobinya kompor dan kipas-kipas, menyampaikan analisa bahwa situasi sedang panas, genting, dan gawat, saya justru memandang sebaliknya. 

Sejumlah isu memang dibesarkan eskalasinya untuk memantik api perlawanan dan menggesek resistensi. Misal soal Corona yang tak kunjung reda, RUU HIP, Kebangkitan PKI, dan Politik Dinasti. 

Namun tampaknya pemerintah, dalam hal ini Presiden Jokowi, terlihat piawai dalam mengelola satu per satu potensi konflik, kerawanan, dan disintegrasi. Dalam pilihan sulit antara Karantina Wilayah (Lock Down) atau sekadar Social Distancing, pemerintah mengambil "brilliant escape" dengan menerapkan PSBB, dan kini melakukan adaptasi kebiasaan baru untuk memastikan aktivitas ekonomi tetap berjalan. 

Demikian pula RUU HIP. Dalam derasnya arus perlawanan dari semua kutub, kiri dan kanan, pemerintah lagi-lagi menemukan jalan keluar (way out) dengan mewacanakan RUU BPIP. Apalagi cuma propaganda lawas dan berulang ihwal Kebangkitan PKI, yang jangankan oleh pendukung pemerintah, bahkan kelompok oposisi pun sudah jenuh dengan pola agitasi yang tak kunjung berhasil. 

Belakangan, Presiden banyak diganggu lagi oleh isu Dinasti Politik karena Sang Putera maju Pilwalkot. Padahal hampir semua Presiden RI punya anak yang terjun di politik. Presiden Soekarno punya Ibu Megawati yang juga jadi Presiden. Presiden Soeharto puteranya mendirikan parpol. Presiden Gusdur juga salah seorang puterinya politisi. Presiden Megawati juga puterinya jadi Ketua DPR. Presiden SBY malah anak pertamanya jadi Ketua Umum Parpol, dan sang adik jadi anggota DPR. Kenapa ketika Gibran maju Pilwalkot jadi ribut? Padahal sebagaimana kandidat kepala daerah yang lain, ia juga mengikuti proses seleksi sebagaimana mestinya, dan ia punya hak politik. 

Alhasil, dari sekian banyak isu politik yang digunakan untuk misi propaganda dalam agenda delegitimasi Presiden Jokowi, relatif semuanya nggak ada yang berhasil dan cenderung mentok. Pak Jokowi bahkan semakin kokoh dan situasi nasional semakin menunjukkan keadaan yang baik-baik saja. Integrasi nasional terjaga, aktivitas ekonomi pun relatif stabil meski harus bekerja ekstra keras karena tengah menghadapi pandemi. 

Tinggal PR-nya, dalam rangka penguatan tali ikatan kebangsaan yang sekarang mencoba digoyang-goyang terus oleh anak-anak bangsa ahistoris yang menginginkan perpecahan, Presiden perlu melakukan revitalisasi kembali hubungan antara Jokowi-NU-PDIP dalam rangka memperkuat basis benteng ideologis yang sudah terbukti merah-putih dan saling menjaga. Agar integrasi bangsa semakin kokoh dan kita bisa melangkah kepada cita-cita bersama yang lebih jauh.

*) Bendahara PBNU