Virus Corona VS Kapitalis

 Virus Corona VS Kapitalis

Oleh: Filmon Hasrin, Evan Asak, dan Eka Putra*

Berbicara tentang virus corona bukan hal yang mudah, makin hari makin seksi untuk didiskusikan. Virus corona adalah virus mematikan sama seperti DBD, keduanya sama-sama mengancam kehidupan. Memang akibat DBD sudah banyak yang meninggal tetapi harus diakui juga bahwa kematian akibat virus corona juga sudah banyak yang meninggal saat ini dan jika tidak diatasi dengan baik dan benar virus ini akan terus berkembang di mana-mana.

Berdasarkan peristiwa ini, masyarakat membutuhkan bantuan seperti masker untuk mengatasi sebelum virus corona tertular tetapi harga masker justru makin mahal, jelas secara langsung menambah beban kepada masyarakat. Bayangkan saja harga masker Rp. 5.000 per lembar, padahal biasanya Rp. 5000 per tiga atau per empat lembar. Bagaimana dengan anggota keluarga yang berjumlah 7 orang berarti jumlah uang yang dikeluarkan untuk beli masker sebesar Rp. 35.000. Ada lagi yang dijual 60.000 per lembar, (Liputan6.Com, 21/03/2020). Itu pun jika maskernya kuat dan bertahan lama. Masker yang dikenakan paling lama satu hari penuh sementara virus corona belum ada tanda-tanda untuk hilang dalam satu hari. Seandainya Virus Corona berkembang terus dalam satu tahun, pembeli masker juga pasti terus bertambah walau harga masker tidak lagi bersahabat. Keluarga tidak hanya lemah secara fisik karena terjangkit virus corona tetapi lemah juga secara ekonomi karena merasa ditindas oleh pemilik modal.

Sebelumnya Ananta Wahana (Anggota DPR RI) menghimbau  bahwa harga masker tidak boleh naik, apalagi naik mendadak, (CNN Indonesia, Minggu, 15/03/2020). Kenyataannya sampai saat ini harga masker di daerah tertentu belum turun. Apakah penjual masker atau layak disebut sebagai kapitalis punya kuasa lebih tinggi daripada kuasa pemerintah? Jangan sampai penjual masker menari-nari karena mendapatkan keuntungan banyak apalagi daya beli masyarakat meningkat.

Hal ini sebetulnya perbuatan buruk karena dengan terang memeras para pembeli, mungkin ini yang dinamakan dengan "logika pasar yang tidak sehat." Menaikan harga barang sebebas-bebasnya tanpa memerhatikan kebijakan pemerintah dan kondisi ekonomi masyarakat.

Selain buruk secara moral, perbuatan ini telah melanggar hukum karena telah mengambil keuntungan secara berlebihan, mengeksploitasi hak-hak konsumen apalagi konsumen kelas bawah. Padahal sudah jelas dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, (UU 5/1999), begitupun dalam Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pedoman Pasal 5 (Penetapan Harga), dan sebagaimana yang dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Peraturan KPPU 4/2011) serta Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU Perlindungan Konsumen). Dalam hal ini pemerintah dan konsumen punya kekuatan hukum untuk melawan dan menguburkan logika sesat kapitalis saat ini.

Lalu, terkait "kebijakan pemerintah,"  memang apa yang telah disikapi pemerintah sudah mantap dan sangat positif akan tetapi memiliki beberapa kelemahan: pertama, dalam himbauan pemerintah seperti "tidak boleh berkumpul atau meliburkan sekolah-sekolah" justru menghambat aktivitas masyarakat terkhusus aktivitas yang melibatkan orang banyak seperti yang dilakuakn oleh kaum buruh, pedagang asongan, dan penjaga parkir. Nah, hal semacam inilah yang tidak diperhatikan secara serius oleh pemerintah padahal sangat mengganggu secara ekonomi. Aktivitas perdagangan masyarakat sangat terganggu dan bisa jadi mereka mengalami kelaparan. Masyarakat wajar jika mengeluh dan merasa tertekan secara psikologi karena memikirkan biaya ekonomi keluarga, apalagi keluarga yang tidak mampu.

Kedua, pemerintah harus berani bertanggung jawab atas kebijakan di atas. Yang ekonomi lemah diberikan SEMBAKO, misalnya. Namun sepertinya pemerintah tidak berani untuk menerapkan Lock Down karena tidak didukung oleh logistik negara. Bisa jadi. "Seandainya yang punya niat untuk korupsi atau suap saat ini, tiba-tiba mereka sadar dan berhenti untuk melakukan hal demikian, yah... Yakin saja uang negara saat ini lumayan banyak."

Sedikit tawaran yang mungkin bisa mencuci logika tidak sehat kapitalis, pemerintah tetap tegas dan berani menjerat kapitalis secara hukum. Tujuannya supaya penjual makser tidak lagi menerapakan pasar bebas yang mengabaikan hukum dan tidak boleh menjajah masyarakat secara ekonomi.

Pemerintah juga harus bekerja sama untuk mengatasi hal ini, jangan sampai ada pribadi tertentu yang terlanjur nenyak dan terlelap di bawah ketiak kapitalis untuk kepentingan "politik" ke depan. Mari selamatkan penderita Virus Corona.

 

*Aktivis PMKRI Maumere