Kemenkumham Banten Sosialisasikan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual

SERANG - Pengaturan
hak-hak korban kekerasan seksual dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022
tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) membawa perspektif baru dalam
penegakan hukum kasus kekerasan seksual. Selama ini, penegakan hukum kasus
kekerasan seksual lebih menekankan pada aspek pemidanan pelaku dan kurang
memperhatikan pemenuhan hak korban.
Pada Corporate University ( CorpU ) Kemenkumham Banten yang
diikuti oleh jajaran Unit Pelaksana Tenis ( UPT ) disampaikan bahwa seharusnya
korban yang mengalami kekerasan seksual membutuhkan penanganan, perawatan dan
pemulihan akibat dari kekerasan tersebut, Senin (17/4/2023).
Dipimpin oleh Kepala Subbidang Penyuluhan Hukum Bantuan
Hukum dan JDIH, Erni Widiastuti dijelaskan mengenai Undang Undang Nomor 12
Tahun 2022 tentang Undang Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
“Sejak diundangkan tanggal 9 Mei 2022, tujuan adanya UU TPKS
ini adalah untuk mencegah segala bentuk kekerasan seksual, menangani,
melindungi dan memulihkan seksual, melaksanakan penegakan hukum dan
merehabilitasi pelaku serta mewujudkan lingkungan tanpa kekerasan seksual,â€
ujar Erni.
Tindak Pidana Kekerasan Seksual antara lain terdiri dari :
Pelecehan Seksual Nonfisik, Pelecehan Seksual Fisik, Pemaksaan Kontrasepsi,
Pemaksaan Sterilisasi, Pemaksaan Perkawinan, Penyiksaan Seksual, Eksploitasi
Seksual, Perbudakan Seksual dan Kekerasan Seksual Berbasis Elektronik.
Lebih lanjut Erni menjelaskan Tindak Pidana Kekerasan
Seksual Nonfisik akan dapat dikenakan sanksi berupa pidana penjara paling lama
9 bulan dan atau denda paling banyak Rp1 juta.
“Sedangkan Tindak Pidana Kekerasan Seksual secara fisik
dapat dikenakan sanksi berupa pidana penjara paling lama 12 tahun dan /atau
pidana denda paling banyak Rp300 ratus,†jelasnya.
Selain pidana dan denda, sanksi lain bisa berupa pencabutan
hak asuh, pengumuman identitas pelaku, perampasan keuntungan yang diperoleh
dari tindak pidana kekerasan seksual dan Rehabilitasi serta Restitusi.
“Untuk Pencegahan Tindak Pidana Kekerasan Seksual diperlukan
partisipasi aktif masyarakat dalam pencegahan, pendampingan, pemulihan dan
pemantauan terhadap Tindak Pidana Kekerasan Seksual, membudayakan literasi dan
menguatkan edukasi serta komunikasi yang berkualitas,†ungkapnya.