Dugaan Mark Up dan Kualitas Buruk, Tokoh Masyarakat Tulangbawang Barat Desak Proyek Jalan Provinsi Dibongkar

TULANGBAWANG BARAT-Tokoh masyarakat Tulangbawang Barat Syamsudin Ali mendesak agar proyek rekonstruksi jalan berikut drainase senilai Rp29 miliar milik Pemerintah Provinsi Lampung di Tiyuh (Desa) Panaragan, Kabupaten Tulangbawang Barat dan Desa Tegal Mukti–Tajab, Kabupaten Waykanan dibongkar.
Alasannya, diduga adanya rekayasa, mark-up anggaran, hingga buruknya kualitas pekerjaan. Syamsudin menilai, proyek yang menggunakan uang negara dengan nilai fantastis itu tidak boleh dikerjakan asal-asalan. Jika ditemukan pelanggaran mutu, maka pembongkaran menjadi langkah wajib.
“Bangunan itu kalau memang tidak sesuai, maka harus dibongkar dan dibangun ulang sesuai standar mutu yang sudah ditetapkan, baik pembangunan jalan maupun drainase. Semua itu ada RAB dan aturannya. Kalau mereka bangun asal-asalan, berarti mereka sedang merampok uang rakyat,” tegas Syamsudin kepada media, Jumat (22-8-2025).
Tak hanya itu, Syamsudin Ali meminta Kejaksaan Agung (Kejagung) segera turun tangan melakukan investigasi menyeluruh terhadap proyek tersebut. Menurutnya, keterlibatan aparat penegak hukum sangat penting agar dugaan praktik korupsi tidak dibiarkan berlarut-larut, sebagaimana ketegasan bapak Presiden Prabowo Subianto bahwa tidak ada tempat untuk pelaku korupsi.
“Kami, masyarakat kecil, memohon agar Kejagung segera turun mengecek pembangunan itu. Jika memang ada indikasi penyimpangan, segera periksa siapa kontraktornya dan siapa dinas yang bertanggung jawab. Kami tidak ingin merasa berjuang sendirian. Negara harus hadir,” terangnya.
Diberitakan sebelumnya, investigasi media menemukan sejumlah kejanggalan serius dalam proyek senilai Rp29 miliar tersebut. Proyek rekonstruksi jalan yang digarap oleh CV. Sinar Alam Perkasa (Rp14,5 miliar) dan CV. Rosen Construction (Rp14,6 miliar) ternyata dijalankan oleh pekerja lapangan yang bahkan tidak mengenal kontraktor resmi.
Sunariyah, yang sempat diduga sebagai pemilik perusahaan, ternyata mengaku hanyalah pekerja lapangan. Ia mengaku hanya menerima perintah dari dua orang bernama Aji Bambang dan Wisnu, keduanya berasal dari Bandarlampung.
“Saya cuma disuruh kerja. Tidak tahu-menahu soal kontrak atau perusahaan. Saya diminta Aji Bambang untuk proyek Way Kanan dan Wisnu untuk Panaragan. Tugas saya cuma pasang batu drainase, selebihnya saya tidak tahu,” kata Sunariyah, Rabu (13-8-2025).
Fakta lain yang mengejutkan, pekerjaan drainase dilakukan tanpa dokumen resmi dan hanya berdasarkan instruksi lisan. Lebar dan ketebalan drainase bervariasi di tiap titik tanpa acuan teknis dari dokumen kontrak.
Di Waykanan, ketebalan pasangan batu disebut 30 cm, sementara di Panaragan hanya 20 cm dengan lebar sekitar 50 cm. Perbedaan spesifikasi ini semakin memperkuat dugaan bahwa proyek tersebut sarat rekayasa dan penyimpangan teknis.
Temuan di lapangan juga mengindikasikan adanya praktik subkontrak ilegal atau pinjam bendera, di mana pemenang tender menyerahkan pekerjaan kepada pihak lain tanpa prosedur sesuai aturan. Hal ini melanggar Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Lemahnya pengawasan dari Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi Provinsi Lampung ikut menjadi sorotan tajam. Dengan anggaran sebesar itu, kualitas pekerjaan seharusnya prima. Namun, fakta di lapangan justru memperlihatkan sebaliknya jalan bergelombang, amblas, dan drainase asal jadi.
Muhlison, Ketua Karang Taruna Panaragan, menegaskan bahwa kualitas proyek tidak sebanding dengan anggaran yang dihabiskan.
“Dengan anggaran Rp29 miliar, panjang jalan tidak sampai 4 kilometer. Aspalnya bergelombang, drainasenya rusak, dan kualitasnya sangat buruk. Ini indikasi korupsi. Kami mendesak BPK RI dan Kejagung segera turun tangan,” katanya, Senin (11-8-2025).
Senada, Ketua Badan Permusyawaratan Tiyuh (BPT) Panaragan, Edi Yanto, pada Sabtu (9-8-2025), juga menyoroti kualitas drainase yang dibangun dalam proyek tersebut, yang dinilainya jauh dari standar teknis umum.
"Pondasi terlalu dangkal, lantai drainase tidak diberi batu. Semen sangat minim. Seharusnya kualitas drainase bisa jauh lebih baik," pungkasnya.