Simalakama Pelonggaran PSBB

Oleh: Andi Desfiandi*
Tidak akan ada satupun negara didunia termasuk Amerika ataupun Tiongkok sekalipun untuk tetap tertutup dan membatasi aktivitas warganya dengan ketat hingga beberapa bulan kedepan apalagi hingga tahun depan.
Negara-negara maju bahkan sudah mulai duluan melonggarkan pembatasan sosialnya karena mereka nyaris bangkrut dan masyarakatnya mulai jemu dan "sakit jiwa", walaupun pelonggaran pembatasan tetap dilakukan dengan protokol kesehatan yang sangat ketat dan disiplin.
Dapat dipastikan kalau terus ditutup aktivitas ekonomi dan sosial sampai akhir tahun maka sebagian besar negara di dunia akan bangkrut tanpa terkecuali Indonesia.
Selain itu tidak ada yang bisa menjamin bahwa COVID-19 ini tidak akan bermutasi seperti COVID-19 yang merupakan hasil mutasi dari SARS COV-2, begitupula dengan virus influenza lainnya kemudian bermutasi menjadi beragam jenis flu yang mematikan.
Pemerintah pasti akan mulai melonggarkan kebijakan PSBB dalam waktu dekat namun tetap dengan menjalani protokol kesehatan dengan disiplin yang tinggi, entah aktivitas ekonomi sosial dan ekonomi mana yang akan mulai dilonggarkan.
Namun yang menjadi pertanyaan apakah masyarakat Indonesia akan mau disiplin dalam menjalani protokol kesehatan sambil mulai beraktifitas ekonomi dan sosialnya ? Hmm maaf kalau itu saya tidak yakin karena melihat fenomena yang terjadi saat ini dimana ditengah PSBB masih banyak warga yang acuh dan beraktivitas dengan "semau gue" tanpa mengindahkan protokol kesehatan secara disiplin.
Patut diduga Indonesia dan sebagian negara di dunia akan menjalani "herd immunity" secara alami dan nantinya akan banyak yang sakit dan meninggal tapi tidak akan diumumkan akibat COVID-19 atau apapun namanya setelah virus tersebut bermutasi dimasa akan datang.
Vaksin ataupun obat yang akan ditemukan nanti belum tentu bisa digunakan untuk virus covid-19 yang sudah bermutasi digelombang ke 2 nanti atau akan diumumkan sebagai virus jenis baru, wallahualam.
Seperti dilema "Buah Simalakama" kalau dilonggarkan risiko tertular dan menulari akan tinggi tapi tetap dibatasi dengan ketat maka ekonomi negara dan ekonomi masyarakat juga akan "mati".
Sepatutnya dalam keadaan seperti ini dibutuhkan "empati", "solidaritas", "gotong royong", "kebersamaan" dan "kesadaran" bersama untuk menyelamatkan negara, diri sendiri dan keluarga untuk tetap disiplin menjalani "protokol kesehatan" sambil mulai beraktifitas sosial dan ekonomi yang akan perlahan dilonggarkan pemerintah.
Kepatuhan kita terhadap anjuran dan aturan pemerintah dan ulama kita adalah keniscayaan sesuai dengan ajaran agama kita, karena kepatuhan tersebut adalah untuk menyelamatkan manusia dan peradabannya sebagai bentuk ketaatan kepada Yang Maha Kuasa bukan semata untuk kepentingan negara atau kelompok tertentu.
Mari kita songsong "ERA PERADABAN BARU" atau Tatanan Dunia Baru atau New Normal atau apapun istilahnya dengan kedispilinan dan empati kepada sesama dan bukan "Survival of the Fittest" tapi era dimana kita hidup bergotong royong dan berdamai dengan "Dunia Baru" yang mungkin segera terjadi.
Adaptasi terhadap "perubahan yang dipaksakan" ini harusnya akan merubah paradigma kita terhadap seluruh aspek kehidupan kita termasuk juga aspek ekonomi, sosial, politik maupun keyakinan kita kepada kebesaran dan kekuatan Tuhan yang menciptakan dan mengatur seluruh ciptaan-Nya..
Wallahualam.
*Ketua Bidang Ekonomi DPP Pejuang Bravo Lima
Ketua Yayasan Alfian Husin
Ketua Lembaga Perekonomian NU Lampung