Forpemal: Kritik Bentuk Partisipasi Publik dalam Pembangunan

BANDARLAMPUNG - Lampung saat ini tengah menjadi sorotan
publik dan perbincangan di banyak platform media sosial. Hal itu buntut dari
viralnya video kritik terhadap Pemerintah Provinsi Lampung yang dibuat oleh
konten kreator bernama Bima Yudho Saputro dengan akun tiktok @awbimaxreborn.
Diketahui, Bima merupakan putra daerah asal Raman Utara, Lampung
Timur yang sedang mengenyam pendidikan tinggi di Australia.
Kritik yang disampaikan Bima disampaikan dengan judul alasan
Lampung tidak maju-maju. Dalam video singkat tersebut, ia menyampaikan beberapa
opini yang mendukung pernyataannya tersebut.
Alasan-alasan yang disampaikan Bima tentang Provinsi Lampung
antara lain ialah terbatasnya infrastruktur, lemahnya sistem pendidikan,
maraknya kasus korupsi dan birokrasi yang tidak efisien, dan terakhir ialah
tingginya ketergantungan ekonomi terhadap sektor pertanian.
Video tersebut sontak mendapatkan banjir dukungan dari
masyarakat. Bahkan banyak warganet yang akhirnya mengunggah kondisi ruas jalan
rusak yang ada di Provinsi Lampung.
Namun tanggapan kontra juga dihadapi Bima. Dikabarkan bahwa
seorang advokat yang juga bekerja untuk Gubernur Lampung Arinal Djunaidi, Ginda
Ansori Wayka merasa keberatan dengan ungkapan Bima dalam videonya. Ia kemudian
melaporkan Bima ke Polda Lampung karena dinilai membuat buruk citra Provinsi
Lampung.
Forum Pelajar Mahasiswa Lampung (Forpemal) menyesalkan
adanya laporan polisi tersebut. Hal tersebut malah membuat reaksi pemerintah
seolah antikritik dan bahkan berupaya untuk melakukan pembungkaman publik.
Dalam keterangan tertulis, Agus Riyanto salah seorang
anggota Forpemal menyebutkan bahwa kritik merupakan salah satu bentuk upaya
masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan daerah.
"Kami menilai sikap Bima justru merupakan bentuk
kepeduliannya terhadap Provinsi Lampung. Sebagai putra daerah, apa yang
disampaikan Bima jelas merupakan rekam pengalamannya tentang realitas kondisi
Lampung," ungkap Agus melalui rilisnya, Jumat (14/4/2023).
Lebih lanjut Agus menegaskan agar jangan sampai ada
kriminalisasi terhadap aktivis pemuda dan mahasiswa karena menyampaikan kritik
terhadap pemerintah. Pemerintah setempat seharusnya mengapresiasi sikap kritis
masyarakatnya.
"Upaya pembungkaman kritik itu bentuk arogansi
kekuasaan. Lebih jauh, hal tersebut menciderai demokrasi. Jadi pemerintah
seharusnya apresiasi ya, bukan malah panas telinga. Kalo yang kerjanya bener
juga kan publik bisa menilai" pungkas Agus.