Saat Bandara Mendadak Hiruk Pikuk

Oleh: Dr. Andi Desfiandi, MA*
COVID-19 sepertinya masih betah berlama-lama bersemayam di negeri kita tercinta sejak pertama kali diumumkan secara resmi oleh pemerintah 2 Maret 2020.
Data resmi yang dirilis oleh pemerintah hinggs saat ini masih terus meningkat walaupun landai. Hari ini baru mencapai 16.006 kasus positif dengan rekor tertinggi positif per hari yaitu kemarin sebanyak 689 kasus dan hari ini menurun menjadi 568 kasus positif.
Kalau melihat data yang ada patut diduga bahwa kasus COVID-19 belum mencapai puncaknya karena statistik kenaikan kasus positif masih landai dan entah kapan mencapai puncaknya dan kemudian grafiknya akan menurun dengan cepat (berdasarkan pengalaman di negara-negara lain yang sudah mencapai puncaknya).
Sebagai tambahan informasi, bahwa pasien yang dinyatakan positif COVID-19 adalah pasien yang sudah menjalani test swab melalui alat uji PCR dan bukan dari hasil rapid test.
Selama ini Indonesia kekurangan lab PCR sehingga specimen yang diuji mengalani antrean yang panjang dan bisa memakan waktu antara 5-7 hari untuk mendapatkan hasilnya, sehingga patut diduga kelandaian data yang positif akibat keterlambatan hasil test PCR dan masih sedikitnya specimen yang diuji.
Pemerintah sudah menargetkan untuk menyiapkan alat test PCR yang paling canggih dengan kemampuan menguji hingga sebanyak 1000 specimen per hari per PCR dengan hasilnya keluar dalam 2 jam dan menargetkan untuk bisa menguji setidaknya 300.000 specimen per bulan.
Sampai 4 Mei 2020 Indonesia baru melakukan uji swab dengan PCR sebanyak 86.000 pasien dengan rasio yang positif 13.5%, bayangkan apabila yang ditest 300.000 orang maka ada kemungkinan yang positif melonjak menjadi 40.500 orang dengan asumsi rasionya sama dan bagaimana kalau yang diuji 1 juta atau 10 juta orang ? Wallahualam.
Pemerintah sudah melakukan berbagai cara untuk memutus mata rantai virus tersebut dengan mengeluarkan berbagai kebijakan seperti PSBB, refocusing anggaran, jaring pengaman sosial, ketahanan ekonomi domestik dan UMKM, relaksasi pajak, relaksasi kredit dll termasuk terakhir larangan mudik.
Namun sayangnya setelah Pak Menhub sembuh dari COVID-19 beliau malah mengeluarkan kebijakan yang bertolak belakang dengan melonggarkan aturan mudik dan juga moda transportasi.
Kebijakan kontroversial tersebut tentunya sangat bertolak belakang dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh Gusus Tugas Pencegahan COVID-19 yang melarang mudik termasuk moda transportasi khususnya di daerah PSBB.
Seperti biasa kebijakan tersebut ditanggapi beragam baik yang pro dan kontra karena setiap kebijakan apapun juga dan oleh siapapun juga selalu mengundang pro dan kontra.
Tapi untuk kebijakan tersebut sudah dipastikan akan membuat kehebohan dan kebingungan baik masyarakat yang memang ingin mudik maupun yang tidak termasuk juga petugas dan aparat di lapangan.
Maka tidak heran kalau kemudian bandara, dermaga/pelabuhan dan juga angkutan darat tiba-tiba dipenuhi oleh calon penumpang yang suka cita ingin mudik, dan kemudian membuat pengaturan penumpang menjadi kacau balau.
Walaupun ada persyaratan bahwa yang mudik harus menyertakan surat sehat hasil rapid test dan juga surat tugas atau surat PHK tapi tetap saja sangat mudah didapatkan dengan segala cara, bahkan petugas yang melakukan verifikasi atas dokumen- dokumen tersebut akan kewalahan dan sulit untuk meyakinkan bahwa dokumen tersebut asli atau palsu.
Saya mendapatkan beberapa foto dan vidio bagaimana suasana di bandara dan dermaga yang penuh sesak calon penumpang yang berdesakan tanpa mematuhi protokol kesehatan, dan juga bagaimana para petugas kewalahan mengatur dan juga melakukan pengecekan dokumen- dokumen yang harus ditunjukkan ke petugas.
Terus terang melihat hal tersebut membuat sebagian besar masyarakat menjadi takut dan juga marah, sementara kita selama ini patuh dan tetap dirumah dan tidak pernah keluar rumah apalagi keluar kota, kemudian melihat begitu banyaknya calon penumpang yang akan mendatangi daerah kita tanpa tau apakah mereka sehat atau pembawa virus ke lingkungan kita ?.
Kalau melihat fenomena- fenomena diatas maka saya punya keyakinan bahwa apabila 20 PCR baru yang canggih tersebut sudah bisa digunakan secara optimal dan target pemerintah tercapai dengan memiliki 62 lab PCR diseluruh Indonesia nantinya, maka lonjakan pasien COVID-19 akan naik secara tajam dalam beberapa hari kedepan.
Pertanyaannya apakah ini juga secara sengaja dilakukan agar Indonesia segera mencapai puncak pandemi atau juga untuk segera mengalami fase " Herd Immunity " ? Wallahulam.
Namun apapun dan bagaimanapun juga baik pemerintah maupun masyarakat harus memahami bahwa nyawa manusia lebih berharga dari apapun juga, dan jangan sampai kemudian terjadi "Survival of the Fittest" dimana hukum alam terjadi yang selamat dari wabah adalah calon- calon pewaris peradaban baru.
Kita memang harus bersiap terhadap kemungkinan paling buruk dimana virus COVID-19 ini masih berlangsung lama hingga obat maupun vaksinnya ditemukan, bahkan kemungkinan besar virus ini bermutasi kembali sehingga tidak akan ada vaksin atau obat yang ampuh untuk melenyapkan virus tersebut.
Sama halnya dengan virus Flu sejak berabad yang lalu terus bermutasi menjadi beragam jenis flu termasuk juga COVID-19 ini yang konon merupakan mutasi dari virus SARS COV-2.
Mau tidak mau kita semua harus disiplin dengan pola hidup baru tapi juga bersiap untuk berdaptasi berdamai dengan virus tersebut dengan tetap disiplin menjalani protokol kesehatan, karena barangkali itu akan menjadi salah satu gaya hidup baru kita di era "Tatanan Dunia Baru" kelak...
Wallahualam
*Ketua Bidang Ekonomi DPP Pejuang Bravo Lima
Ketua Yayasan Alfian Husin
Ketua Lembaga Perekonomian NU Lampung