Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota se-Jabar Harus Fasilitasi Pilah dan Olah Sampah dari Sumber Secara Partisipatif Didukung Multi-Teknologi Ramah Lingkungan

Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota se-Jabar Harus Fasilitasi Pilah dan Olah Sampah dari Sumber Secara Partisipatif Didukung Multi-Teknologi Ramah Lingkungan

Oleh: Bagong Suyoto*

ADA pemahaman, bahwa sampah merupakan sumber daya yang tidak siap pakai untuk bahan produksi secara langsung. Sampah juga merupakan sesuatu yang menjijikan dan dianggap tidak berguna lagi dan dibuang begitu saja, yang penting jauh dari pekarangan rumah. Sehingga timbul sindrom NIMBY, Not in my backyard. NIMBY menjadi sindrom di sejumlah negara di dunia.

Sekarang ini sampah sudah menjadi permasalahan internasional, nasional dan daerah. Bahkan, wilayah Jabodetabek dan Jawa Barat banyak yang kesulitan menangani sampah karena berbagai faktor teknis dan non-teknis. Dan sekarang cenderung mengalami situasi yang kompleks dan rumit. Sejumlah tempat pembuangan akhir (TPA) sudah penuh sampah dan menuju darurat, seperti TPA Burangkeng, TPA Sumrubatu, TPST Bantargebang, TPA Galuga, TPA Jalupang, dll. Bahkan, sejumlah kabupaten/kota mencari TPA baru, seperti Kabupaten Subang.

Selain itu, karena rendahnya tingkat pelayanan sampah mengakibatkan timbul titi-titik pembuangan sampah liar alias ilegal. Untuk wilayah Jawa Barat masih ditemui banyak lokasi pembuangan sampah liar. Misal di kabupaten Bekasi terdapat 71 sampai 115 pembuangan sampah liar. Situasi tersebut tak jauh yang dialami Kabupaten Bogor. Belum lagi sampah yang dibuang sembarangan, seperti lahan kosong, drainase, penggir jalan, daerah aliran sungai (DAS), badan kali. Akhirnya sampah, terutama plastik, styrefoam, dll terbawa air menuju pesisir dan laut, dampaknya mengancam biota dan ecosistem air.

Kabupaten/Kota dalam pengelolaan sampah masih mengandalkan paradigma konvensional: Kumpul-Angkut-Buang, dan ujungnya penyelesaian akhir di TPA. Sampah yang dikirim ke TPA merupakan sampah tak terpilah sangat complicated.  Bahkan, pada masa pandemic COVID-19 masih ditemui limbah kategorial limbah beracun dan berbahaya (B3) dan limbah medis dibuang di TPA. Limbah tersebut dicampur dengan sampah rumah tangga.

Selanjutnya sampah hanya ditumpuk dan ditumpuk secara terbuka (open dumping), akibatnya terjadi longsor dan kebakaran di musim kemarau. Kita masih cinta menumpuk dan menumpuk sampah! Pendekatan lama hanya memindahkan masalah. Sebagian besar air lindi (leachate) mengalir langsung ke saluran air dan kali. IPAS hanya alakadarnya dan tidak dioperasikan, apalagi air lindinya (inlet, outlet) tidak dilakukan uji laboratorium tiap bulan dan dilaporkan ke publik. Merupakan bentuk pelanggaran serius terhadap peraturan perundangan. Sehingga beban pencemaran dan kerusakan lingkungan serta ancaman kesehatan masyarkat semakin besar.

Dengan kemajuan pembangunan, industri, gaya hidup serba-digital dan modern maka pemerintah kabupaten/kota harus mengubah paradigma pengelolaan sampah. Paradigma baru, yakni Pilah-Kumpul-Olah atau Kumpul-Pilah-Olah. Intinya ada pemilahan dan pengolahan dari sumber, yang dilakukan secara partisipatif dan kolaboratif, yakni pemerintah, dunia usaha dan masyarakat. Semua lembaga, semua orang yang menghasilkan sampah harus bertanggungjawab: memilah dan mengolah dengan multi-teknologi ramah lingkungan.  

Semua itu sudah tertuang dalam kebijakan nasional, antara lain (1) UU No. 18/2008 tentang Pengelolaaqn Sampah. (2) PP No.81/2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Samah Rumah Tangga. (3) Perpres No. 97/2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. (4) Perpres No. 35/2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan. (5) Permendagri No. 33/2007 tentang Pedoman Pengelolaan Sampah. (6) Peraturan MenLH No. 13/2012 tentang Bank Sampah. (7) Permen PU No. 3/PRT/M/2013 tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan Dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.

Kemudian pada tingkat Provinsi Jawa Barat ada Perda No.1/2006 tentang Perubahan Atas Perda Provinsi Jawa Barat No. 12/2010 tentang Pengelolaan Sampah. (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat tahun 2010 Nomor 2010 Nomor 12 Seri E, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 78). Selanjutnya, setiap daerah di Jabar sudah memiliki Perda tentang Pengelolaan Sampah, Jakstrada, dan aturan teknis lainnya. Mungkin yang belum punya Perda tersebut adalah Kabupaten Bekasi, namun sudah punya Jakstrada.

Gubernur Jawa Barat Mochmad Ridwan Kamil mengeluarkan Surat Edaran No. 130/PBLS.04/Perek tentang Gerakan Pilah Sampah dari Sumber. Surat edaran tersebut dalam rangka pelaksanaan Perpres No. 97/2017 dan Pergub Jabar No. 91/2018, yang memuat target pengurangan sampah sebesar 30% dan penanganan sampah sebesar 70% pada tahun 2025. Surat edaran tersebut tertanggal 21 Juli 2021.

Guna memenuhi target tersebut Gubernur Jabar meminta pada Bupai/Walikota untuk melakukan Gerakan Pilah Sampah dari Sumbernya melalui langkah-langkah sbb:

1. Melakukan sosisialisasi pemilahan sampah mulai dari sumbernya baik organik, sampah an-organik, maupun sampah spesifik (B3), dan didukung dengan gerakan moral masyarakat dalam pengelolaan sampah melalui pendekataan keagamaan;

2. Mendorong dan memastikan Bank Sampah berjalan di setiap RT/RW/kelurahan/Desa (Bank Sampah Unit) dan Kecamatan (Bank sampah Induk);

3. Menyediakan fasilitas  tempat sampah terpilah, minimal terdiri dari 3 (tiga) kategori yaitu dapat dikomposkan, dapat didaur ulang, dan residu, di lokasi-lokasi yang strategis beserta penyediaan alat angkutnya;

4. Melakukan kerjasama pengelolaan sampah dengan Bank Sampah dan/atau Aplikator;

5. Menyiapkan penanganan yang memadai, antara lain untuk penyiapan lahan dan biaya operasional.

Merespon surat edaran gubernur Jabar di atas: Pilah Sampah dari Sumber, sebetulnya sudah beberapa tahun lalu di-launching dan dikampanyekan oleh Pemerintah Pusat, seperti yang dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI melibatkan berbagai stakeholders. Bila diteliti dan dikaji secara cermat, surat edaran tersebut belum menyentuh paradigma baru secara komprehensif dan terpadu.

Tampaknya, surat ini baru merupakan semacam anjuran kepada pemerintah kabupaten/kota di Jabar. Belum ada titik tekan yang mengikat, bahwa kabupaten/kota akan menjalankannya.

Koalisi Persampahan Nasional (KPNas), Asosiasi Pelapak dan Pemulung Indonesia (APPI) dan Yayasan Pendidikan Lingkungan Hidup dan Persampahan Indonesia (YPLHPI) menyambut baik kemauan dan semangat Gubernur Jabar Mochamad Ridwan Kamil menuju penerapan paradigma baru.

KPNas, APPI dan YPPLPI mendorong dan meminta agar Gubernur Provinsi Jabar memperluas penerapkan paradigma baru pengelolaan sampah sesuai mandat UU No. 18/2008, PP. No. 81/2012, Perpres No. 97/2017 tentang Jakstarnas dan peraturan lebih teknis, diantaranya:

Pertama, melibatkan berbagai elemen masyarakat secara partisipatif dalam memilah dan mengolah sampah dari sumber didukung dengan multi-teknologi ramah lingkungan. Pemilahan sampah akan mempermudah proses pengolahan berikutnya yang lebih efektif, efeisen dan sesuai alur keberlanjutan.

Kedua, mengutamakan mengolah sampah dari sumber dan mengurangi ketergantungan pada TPA dengan pendekatan menuju zero landfill. Jika mengandalkan penyelesaian di TPA akan menimbulkan pemborosan anggaran dan lahan, konflik social, ancaman pencemaran lingkungan hidup dan kesehatan masyarakat.

Ketiga, meminta Pemprov Jabar dan kabupaten/kota di Jabar memberikan peluang seluas-luasnya dan mendukung secara konkrit setiap komunitas warga yang mengolah sampah di sumber, atau mereka yang membangun Pusat Daur Ulang Sampah (PDUS) atau Pusat Olah Sampah 3R (reduce, reuse, recycle).

Keempat, meminta Pemprov Jabar dan kabupaten/kota di Jabar memberi dukungan dan memfasilitasi perijinan resmi pada PDUS atau Pusat Olah Sampah 3R, teknologi, permodalan, pasar dan jaringan pasar daur ulang serta informasi daur ulang.

Kelima, Pemprov Jabar harus melakukan advokasi dan pendampingan kelompok/komunitas warga yang melakukan pemilahan dan olah sampah dari sumber secara regular, permanen dan berkelanjutan.

Demikian pandangan, penilaian dan dukungan KPNas, APPI dan YPLHPI terhadap surat edaran Gubernur Provinsi Jawa Barat Mochamad Ridwan Kamil. Semoga pengelolaan sampah di wilayah Provinsi Jawa Barat semakin baik sesuai mandat peraturan perundangan sehingga dapat meningkatkan kesehatan masyarakat, meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan mengembalikan sampah menjadi sumber daya dan bermanfaat bagi masyarakat.

* Ketua Koalisi Persampahan Nasional (KPNas), Asosiasi Pelapak dan Pemulung Indonesia (APPI), Yayasan Pendidikan Lingkungan Hidup dan Persampahan Indonesia (YPLHPI)