Pancasila, Corona dan Equilibrium yang Terguncang

Oleh : Dr. Muhammad Sabri*
Tiba-tiba saja Virus Corona atau Covid-19 menjadi "buah percakapan" dunia, menyusul jatuhnya korban meninggal dunia di sejumlah negara, termasuk Indonesia, akibat dilimbur serangan virus kerabat el-maut itu.
Kepanikan global pun terbit. Sejumlah negara yang dikerkah Covid-19 beramai-ramai mengambil kebijakan "lockdown" dengan model "rekayasa sosial" yang variatif guna memroteksi warga masing-masing. Tapi, mesin el-maut itu berjalan terus, merangkak seiring deret hitung, yang hingga kini telah menyentuh angka kematian dunia 8.732 jiwa manusia.
Mungkin ada baiknya kita pertimbangkan sebilah keinsafan, perspektif yang sedikit berbeda, menyusul syndroma virus Covid-19 yang berdampak luas dalam kehidupan kita sebagai pribadi, keluarga, kelompok, komunitas, masyarakat-warga, bangsa dan negara.
Sebagai bangsa yang berideologi Pancasila dan secara konstitusional diandaikan sebagai "Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa", dapat menjadi titik tumpu kesadaran untuk kemudian mengusung "sugesti sosial" menghadapi persebaran virus Covid-19 secara rasional atau akal sehat, untuk menjaga kebersihan diri, meningkatkan ketahanan tubuh, namun yang tak kalah urgensinya bangsa ini mesti membangun dimensi spiritualitas batin kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Virus Corona atau Covid-19, secara transenden bisa diletakkan sebagai "makhluk" Tuhan yang bergerak berdasar "hukum-hukum kosmik" atau dalam tradisi Islam dikenal sebagai sunnatullah. Sunnatullah biasa juga disebut equilibrium atau al-mizan, karena hukum-hukum tersebut hadir untuk "menjaga keseimbangan kosmik" agar semesta tetap sustain hingga masanya "berakhir".
Itu sebabnya dalam perspektif sunnatullah, equilibrium atau al-mizan, jika terjadi sebuah "peristiwa" yang dalam keterbatasan naratif manusia menyebutnya sebagai "bencana", "musibah", "wabah", "virus" dst., hal tersebut mengandaikan bahwa sesungguhnya tengah terjadi "keguncangan hukum-hukum kesimbangan kosmik" di bumi manusia.
Di titik inilah, sebagai bangsa yang berideologi Pancasila, dan khususnya dengan bekal kesadaran teologis terhadap Ketuhanan Yang Maha Esa, bangsa Indonesia patut membangun semacam "mitos pengikat solidaritas" menghadapi syndroma Covid-19 tidak semata merujuk pada panduan protokol yang diedarkan Kementerian Kesehatan RI, tetapi juga mendorong spirit transendensi kepada setiap warga untuk mengintensifkan ibadat, berdoa, dzikir, dan tawakal sebagai puncak mengiringi ikhtiar yang optimal. Semoga kita semua senantiasa selamat sentausa.
*Direktur Pengkajian Materi di Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP RI).