Mewujudkan Merdeka Belajar

Mewujudkan Merdeka Belajar

Oleh: Bagong Suyoto*

 

Saya mencoba menafsirkan thema besar Peringatan Hari Pendidikan Nasional 2 Mei 2021: “Serentak Bergerak, Mewujudkan Merdeka Belajar”. Merdeka belajar dapat dimaknai bebas belajar, belajar tak terbelenggu oleh tatanan tertentu dan belenggu aktivitas administratif.

Presiden RI Joko Widodo bertanya kepada Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud dan Ristek) Nadiem Makarim, yang berkaitan filosofi Ki Hajar Dewantara yang terkenal di dunia pendidikan. Pada acara podcast disiarkan kanal Youtube Kemendikbut RI, Minggu (2/5/2021). Nadiem menjawab, filosofinya sama dengan Merdeka Belajar sebagaimana dalam Bahasa Jawa, Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karso, Tutwuri Handayana, artinya di depan memberi teladan, di tengah memberi bimbingan, dan di belakang memberi dorongan.

“Jadi esensinya, jiwa kepemimpinan dari pendidik itu luar biasa pentingnya. Konsep gotong royong yang sudah kita buahkan dalam profil pelajar Pancasila itu sebenarnya arah merdeka belajar, Pak Presiden”, ujar Mendikbud dan Ristek.

Merdeka belajar harus dikelola, dipandu dan difasilitasi orang-orang yang memiliki jiwa pikiran merdeka atau bebas berkreasi dan berinovasi sehingga mampu menciptakan penemuan-penemuan baru baik teori maupun produk teknologi baru yang sangat diperlukan oleh masyarakat industri dan negara.

Standar dan kualitas produk pendidikan Indonesia berada pada tingkatkan yang jauh tertinggal dengan  negara-negara maju Eropa, Amerika Serikat, Australia, Jepang, Korea Selatan, China dan Singapura. Mereka mampu mengikuti lompatan berbagai industri dan infromasi teknologi, yang kini berada pada era serba digital.

Tampaknya, kota-kota metropolitan sebagian warganya sudah melek IT dan digitalisasi, seperti metropolitan Jabodetabek, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Bali, Makasar, Medan, Padang, Pekanbaru, Palembang, Badar Lampung, dll. Entitas ini terutama yang tinggal di pusat-pusat kota karena infrasktur pelayanan umum dan telekomunikasi cukup lengkap. Bagaimana mereka yang tinggal di pinggir-pinggir kota dan pelosok pedesaan? Ada sejumlah sekolah, banyak sarana prasarana pendidikan, seperti gedung sekolah tidak punya, computer dan jaringan internet tidak ada. Bahkan, ada sekolah tak ada guru yang mengajar karena medannya berbukit, jurang terjal dan jalannya sulit ditempuh.

Keberhasilan merdeka belajar dimulai dari perencanaan yang matang, manajamen yang handa, guru profesional yang menyenangkan dan media belajar yang memadai. Guru adalah komponen yang sangat menentukan dalam implementasi sutau strategi pembelajaran.

Pakar pendidikan Prof. DR. H. Wina Sanjaya, M.Pd (2011) mengatakan, dalam proses pembelajaran, guru tidak hanya berperan sebagai model atau teladan bagi siswa yang diajarinya, tetapi juga sebagai pengelolaan pembelajaran (manager of learning). Dengan demikian, efektivitas proses pembelajaran terletak di pundak guru. Keberhasilan suatu proses pembelajaran sangat ditentukan oleh kualitas atau kemampuan guru. Norman Kirby (1981) menyatakan: “One underlying emphasis should be noticeable: that the quality the teacher is the essential, constant feature in the success of any educational system.”

Menurut Dunkin (1974) ada sejumlah aspek yang dapat mempengaruhi kualitas proses pembelajaran dilihat dari factor guru, yaitu teacher formative experience, teacher training experience, dan teacher properties. Pandangan ini dikutip Prof. DR. H. Wina Sanjaya, M.Pd dalam Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan (2011; 52-53).

Teacher formative experience, meliputi jenis kelamin serta semua pengalaman hidup dan background sosial guru, meliputi tempat asal/kelahiran, suku, latar belakang budaya, adat istiadat, keadaan keluarga, dll. Teacher training experience, meliputi pengalaman-pengalaman yang berhubungan dengan aktivitas dan background pendidikan guru, misal latihan profesional, tingkat pendidikan, pengalaman jabatan, dll. Teacher properties, adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan sifat yang dimiliki guru, misal sikap profesional guru terhadap siswa, kemampuan atau inteligensi guru, motivasi dan kemampuan dalam pengelolaan pembelajaran, termasuk merencanaan dan evaluasi pembelajaran maupun penguasaan materi pembelajaran.

Pada era digital, era milenial guru dituntut lebih modern dan menguasai lompatan informasi teknologi. Guru harus mampu memanfaatkan media dan sumber belajar. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi informasi, sangat berpengaruh terhadap penyusunan dan impelementasi strategi pembelajaran. Jika guru tidak bisa mengoperasikan computer PC/laptop, LCD projector, internet, whatsapp, skype, media zoom, dll akan menghambat proses pembelajaran. Seperti kondisi saat ini, ketika pandemic Covid-19 terus berlansung pendidikan dilakukan jarak jauh (daring). Karena kegiatan social budaya, keagamaan, pendidikan, dll harus mengikuti protocol kesehatan.

Strategi pembelajaran berorientasi standar proses pendidikan mencakup hal-hal yang abstrak terdiri dari verbal, lambang visual, visual, radio, film, telivisi, sedang yang konkirt meliputi karyawisata, demontrasi, pengalaman melalui drama, pengalaman melalui benda tiruan dan pengalaman langsung. Hal ini diuraikan di bawah ini.

Pengalaman langsung merupakan pengalaman yang diperoleh siswa sebagai dari aktivitas sendiri, siswa mengalami, merasakan sendiri segala sesuatu yang berhubungan dengan pencapaian tujuan. Siswa berhubungan langsung dengan obyek yang hendak dipelajari tanpa menggunakan perantara. Hasilnya konkrit dan ketepatannya sangat tinggi.

Sementara pengalaman tiruan adalah pengalaman diperoleh melalui benda atau kejadian yang dimanipulasi agar mendekati keadaan sebenarnya. Hal-hal yang dipelajari bukan benda asli, melainkan tiruan. Mempelajari benda tiruan bermanfaat untuk menghindari terjadinya verbalisme. Seperti belajar binatang sulit dibawa ke dalam kelas, maka diperlukan model binatang.

Belajar juga bisa melalaui pengalaman drama, yaitu pengalaman yang diperoleh dari kondisi dan situasi yang diciptakan melalui drama (peragaan) menggunakan skenaro sesuai tujuan yang ingin dicapai. Agar siswa mendapat pengalaman lebih jelas dan konkrit.

Lebih jauh Prof. DR. H. Wina Sanjaya, M.Pd (2011) menguraikan, pengalaman melalui demontrasi adalah penyampaian informasi melalui peragaan (orang lain). Pengalaman wisata, yaitu yang diperoleh melalui kunjungan siswa ke suatu obyek yang dipelajari. Pengalaman melalui pameran, siswa dapat mengamati hal-hal yang ingin dipelajari, seperti karya seni tulis, seni pahat, benda-benda bersejarah dan hasil teknologi modern dan proses kerjanya. Pengalaman melalui televisi, siswa dapat menyaksikan berbagai peristiwa yang ditayangkan dari jarak jauh. Pengalaman melalui gambar hidup dan film. Pengalaman melalui radio, tape, recorder, youtube, dan gambar. Pengalaman melalui lambang-lambang visual, seperti grafik, gambar, dan bagan. Pengalaman melalui lambang verbal, merupakan pengalaman yang sifatnya lebih abstrak. Dan sebaiknya penggunaan Bahasa verbal harus disertai dengan penggunaan media lain.

Media pembelajaran memberikan peran dan fungsi sebagai berikut: menangkap suatu obyek atau peristiwa-peristiwa tertentu; memaniplasi keadaan dan peristiwa atau obyek tertentu; dan menambah gairah dan motivasi belajar siswa. Artinya, siswa akan bertambah giat dan tekun belajar.

Dari semua yang dibicarakan itu, merdeka belajar membutuhkan Kurikulum mutakhir, mapan dan berkelanjutan (tidak setiap lima tahun ganti), atau setiap ganti Menteri ganti Kurikulum. Sebaiknya kurikulum pendidikan berlaku jangka panjang, 25-30 tahun atau lebih. Apakah Kurikulum 13 sudah sesuai dengan konteks merdeka belajar? Kurikulum merupakan panduan pendidikan nasional, yang akan direduksi dalam pelaksanaan teknis dalam peraturan pemerintah, peraturan presiden, peraturan menteri, dll.

Presiden RI Joko Widodo mendukung program merdeka belajar. Artinya, pemerintah Indonesia mendukung ide dan program tersebut. Namun, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan cacatan, bahwa struktur pendidikan di Indonesia perlu adanya perubahan.  Menkeu menyatakan, anggaran pendidikan yang dialokasi 20% belum memberikan hasil yang signifikan. Selama 10 tahun terakhir alokasi anggaran pendidikan 20% dari APBN dan tiap tahun jumlah terus meningkat, namun hasilnya belum maksimal. (detikfinance, 9/8/2021).

Kata Sri Mulyani, oleh karena itu Pemerintah bertekad untuk mewujudkan reformasi struktural di bidang pendidikan dalam rangka menghadapi perubahan besar akibat Pandemi Covid-19. Meski demikian, Sri Mulyani menuturkan melalui perubahan yang luar biasa ini, maka membuat masyarakat sadar, bahwa peran pendidikan untuk mengubah kemajuan dan peradaban bangsa menjadi sangat penting (Indopos.id, 2021).

* Ketua Koalisi Persampahan Nasional (KPNas)

*Ketua Umum Yayasan Pendidikan Lingkungan Hidup dan Persampahan Indonesia (YPLHPI)