Masalah Kemudahan Bisnis Di Indonesia

Masalah Kemudahan Bisnis Di Indonesia
Report Tentang Ease Doing Bisnis Yang Dirilis Bank Dunia (Foto:Istimewa)
Saya pernah coba bantu giring Apple untuk relokasi pabriknya dari Cina ke Indonesia. Waktu ketemu dengan beberapa pejabat. Semua setuju. Dulu Jokowi masih Gubernur. Bahkan Jokowi janjikan tanah di Cakung. Namun akhirnya gagal. karena ketersediaan listrik
Oleh : Erizely *)
Banyak orang bertanya kepada saya. Mengapa saya tidak berbisnih all out di Indonesia. Kalau lah ayah saya konglomerat. Punya modal besar. Tentu saya akan gunakan harta itu untuk membangun negeri lewat industri kreatif. Itu sebagai tanggung jawab saya kepada negara yang telah membuat keluarga saya kaya raya. Karena kekayaan keluarga saya berkat bisnis rente. Tetapi saya bukan anak Taipan. Bagi anak taipan, cara berpikir seperti saya itu tidak ada. Mereka justru larut seperti ayahnya. Akibat orang seperti saya yang lahir dari keluarga miskin mudah sekali disepak dia. Sulit berkembang. Kecuali jadi pengusaha gurem.
Ada teman saya cerita. Ada pengusaha pabrikan makanan kemasan. Setelah berkembang. Karena tidak mau diambil alih sahamnya oleh konglomerat. Barangnya yang ada didistributor tidak terdistribusi. Mengapa? karena pesaingnya beli barang itu, agar tetap di gudang. Setelah usang, barulah dikirim ke retail. Jelas saja konsumen kapok beli lagi. Lambat laun pabrik oleng karena produk gagal di pasar. Akhirnya dengan mudah, konglomerat akuisisi pabrik itu.
Saya pernah tahun 1992 berencana buat pabrik modem kontrol benang untuk mesin tekstil. Modem ini harga impor Rp, 3,5 juta. Dengan produksi saya, saya bisa jual Rp. 1 juta. Di indonesia, ada ratusan ribu mesin tekstil. Selama ini kita masih impor 100% dari Jepang dan Korea. Saya sudah uji coba produksi saya itu. Di pakai oleh Pt. Aneka Sandang selama 1 bulan. Terbukti kualitas lebih baik dari jepang punya. Tapi saya gagal dapatkan izin. Karena saya tidak punya blue print riset. Itu membahayakan industri tekstil. Ternyata penyebabnya ada importir modem yang sogok Departement perindustrian.
Saya pernah coba bantu giring Apple untuk relokasi pabriknya dari Cina ke Indonesia. Waktu ketemu dengan beberapa pejabat. Semua setuju. Dulu Jokowi masih Gubernur. Bahkan Jokowi janjikan tanah di Cakung. Namun akhirnya gagal. Mengapa ? karena listrik tidak tersedia. Pabrik Apple itu butuh lisitrik besar. Itu alasannya. Tertanyata tanah itu sudah dikuasai oleh konglomerat untuk bangun proyek. Akhirnya Apple pindahkan rencananya ke Vietnam. Satu line apple menyerap angkatan kerja 100.000 orang. Kini vietnam semakin membuat nyaman Apple agar betah. Lah mana lagi kita ada peluang bujuk Apple.
Apa yang saya ceritakan itu kelakuan orang kaya yang punya akses modal di Indonesia yang kerjasama dengan Pejabat. Belum lagi sola perizinan. Coba dech, bikin pabrik. Istilah one stop service perizinan atau satu pintu itu bagus. Tetapi itu bagus apabila setelah anda selesai dengan pejabat terkait. Kalau engga selesai, one stop service itu hanya lipstick. Makanya jangan kaget kalau UU CIPTA KERJA mudah dibatalkan oleh MK. Karena para elite itu tidak serius membuka demokratisasi ekonomi. Saya saja untuk menjaga bisnis Yuni yang ukurannya di bawah Rp 1 triliun. Capek harus jaga pejabat. Kalau engga, bisa tamat bisnis saya dikerjain pesaing.
 
Apakah saya cuman membual saja.? Mari kita lihat data
Easy doing of business ( EoDB) adalah index kemudahan berusaha. Berdasarkan laporan World bank, Index Easy doing of business Indonesia menempati urutan ke 40. Itu data tahun 2021. Na tahukah anda. Apa dampak dari rendah nya index EoDB itu? Dengarlah kata Srimulyani “ "Kalau masyarakat punya ide yang inovatif luar biasa, kemudian dihadapkan pada starting business so difficult, mau bangun usaha susah minta ampun, membuat kontrak bisa dikemplang tanpa konsekuensi. Maka, setiap orang mungkin akan berpikir 1.000 kali untuk memulai sebuah bisnis. Ini makanya dibutuhkan bantuan banyak pihak,”
Saya lahir dari keuarga miskin dan tidak punya pendidikan tinggi. Tidak ada alasan lingkungan negeri ini bisa memberikan peluang kepada saya untuk naik ke bintang. Saya sudah coba 15 tahun. 4 kali saya bangkrut. Kalau saya terus di Indonesia, mungkin saya harus jadi beban sosial negara dan keluarga besar. Mungkin juga kami sudah tinggal di kolong jembatan. Jadi kalau saya hijrah ke luar negeri. Mencari tempat yang bisa memberi saya makan dan rasa hormat. Apakah saya salah? Saya bukan siapa siapa. Saya hanyalah korban dari sistem, dan saya yang tidak ingin mengeluh kepada siapapun. itu aja..
*) Praktisi bisnis dan blogger aktif