Tim OAIL ITERA Amati Fenomena Astronomi Helm Thor Hingga Lidah Api Matahari

BANDARLAMPUNG - Tim Observatorium Astronomi ITERA Lampung
(OAIL) kembali berhasil mengamati dua fenomena astronomi langka, yaitu Thor’s
Helmet Nebula dan Prominensa atau biasa dikenal sebagai lidah api Matahari.
Tim OAIL yang terdiri dari Adhitya Oktaviandra, Aditya A.
Yusuf, Izatul Hafizah mengabadikan Thor’s Helmet Nebula pada 14 Januari 2023,
menggunakan teleskop OZT-ALTS ITERA.
NGC 2359 atau dikenal dengan Thor’s Helmet Nebula adalah
sebuah nebula di rasi Canis Major. Nebula adalah awan antarbintang yang terdiri
dari gas dan debu. Ada beberapa macam nebula yaitu nebula refleksi, nebula
emisi, nebula gelap, dan awan-molekul. Thor’s Helmet Nebula termasuk dalam
jenis nebula emisi.
Nebula emisi dapat memancarkan pendaran cahaya karena komponen
utama pada nebula tersebut adalah gas Hidrogen, elektron hidrogen dalam gas
tersebut menyerap energi dari sinar Ultraviolet yang berasal dari bintang panas
di sekitarnya.
Dalam keterangannya, Adhitya Oktaviandra menjelaskan, Nebula
emisi dapat memancarkan pendaran cahaya karena komponen utama pada nebula
tersebut adalah gas Hidrogen, elektron hidrogen dalam gas tersebut menyerap
energi dari sinar Ultraviolet yang berasal dari bintang panas di sekitarnya.
“Energi yang diserap itu kemudian dipancarkan melalui proses
rekombinasi, yaitu proses berpindahnya elektron ke tingkat energi yang lebih
rendah. Pendaran cahaya yang dihasilkan dari proses rekombinasi ini menyebabkan
nebula berwarna merah muda. Sedangkan warna biru berasal dari proses ionisasi
atom Oksigen,†jelasnya melalui keterangan tertulis, Jumat (24/2/2023).
NGC 2359 dinamakan Thor’s Helmet Nebula karena bentuknya
mirip dengan helm milik Thor, dewa dari kebudayaan Nordik. Nebula ini berukuran
30 tahun cahaya dan jaraknya sekitar 3670 parsec dari Bumi. Nebula ini
dihasilkan oleh sebuah bintang Wolf-Rayet (WR). Secara umum bintang WR terbagi
menjadi 2, jenis pertama kaya dengan atom karbon (WC) dan jenis kedua kaya
dengan atom Nitrogen (WN).
Lidah Api Matahari
Sementara pengamatan Prominensa atau lidah api Matahari,
dilakukan pada Jumat, 10 Februari 2023, gunakan Teleskop Coronado Solarmax III
70mm f/5.7 pada panjang gelombang hidrogen alpha di Institut Teknologi
Sumatera.
Prominensa adalah fitur besar yang membentang dan membentuk
loop (untai) yang mencuat dari permukaan Matahari (Fotosfer) hingga ke atmosfer
bagian terluar Matahari (Korona).
Matahari memiliki medan magnet yang tidak merata di setiap
bagiannya. Meski Matahari tetap memiliki kutub utara dan selatan, namun akibat
rotasi serta medan magnet yang ada dimana-mana dan tidak stabil, mengakibatkan
terjadinya sunspot (Bintik Matahari). Bila terdapat sunspot, berarti ada medan
magnet Matahari yang masuk atau keluar dengan membawa plasma. Karena
terbentuknya di beberapa tempat, maka mengakibatkan terjadinya puntiran
tabrakan diantaranya dan jadilah prominensa.
Saat prominensa ini putus atau saling bertabrakan, maka akan
membentuk flare. Flare adalah ledakan Matahari yang terjadi akibat energi yang
tersimpan dalam medan magnetik yang dilepaskan secara tiba-tiba dan dalam waktu
yang singkat, sehingga seolah – olah langit berubah menjadi lebih terang.
Kemudian jika energi yang dilepaskan meledak hingga ke luar angkasa dengan
skala yang besar bahkan pengaruhnya bisa sampai ke magnetosfer, atmosfer dan
medan magnet Bumi.
Kejadian inilah yang disebut dengan Fenomena Badai Matahari.
Badai Matahari ini dapat berdampak pada jaringan listrik, sistem penentuan
posisi global, dan satelit buatan karena adanya lonjakan daya, misalnya dapat
meledakkan transformator listrik.
Adhitya Oktaviandra menyampaikan, pengamatan Matahari secara
rutin dapat membuat masyarakat mengetahui bagaimana perubahan aktivitas
Matahari dalam skala waktu harian, bahkan jam. Adanya sebuah pengamatan rutin
Matahari dapat menyajikan data tentang perubahan dan evolusi dari sebuah flare
matahari tersebut, sehingga kita dapat menentukan mitigasi apa yang perlu
dilakukan oleh manusia di Bumi.
Diharapkan kedepannya pengamatan Matahari dapat dilakukan
secara rutin oleh OAIL dan dapat dihimpun menjadi basis data citra Matahari
yang secara periodik di-rilis. Citra Matahari yang dihasilkan ini dapat menjadi
suatu fasilitas edukasi publik mengenai aktivitas Matahari dan juga evolusinya.
Kemunculan prominensa yang tidak dapat diprediksi secara
akurat, membuat pengamatan rutin Matahari adalah suatu aktivitas penting bagi
observatorium. Prominensa pada tanggal 10 Februari 2023 yang lalu ini tergolong
cukup besar dan terjadi dalam waktu cukup singkat. Melalui data dari
gong2.nso.edu, prominensa besar ini memiliki kala hidup sekitar 10-18 jam.