Program Pamsimas Sukanagera Pesisir Barat Diduga Jadi Lahan Pungli
PESISIR BARAT – Program
Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas) di Pekon (Desa)
Sukanegara, Kecamatan Pesisir Tengah, Kabupaten Pesisir Barat, Lampung diduga menjadi
lahan pungutan liar (pungli).
Pungli terhadap masyarakat terjadi saat pemasangan sambungan
rumah (SR) dengan nominal hingga jutaan rupiah.
Asari warga Sukanegara mengungkapkan, pada 2021 lalu dirinya
sempat menerima undangan dari pengelola pamsimas tersebut untuk ikut musyawarah
di masjid setempat.
"Pengelolanya saat itu setahu saya namanya Dedi Mustika
dan Yulyanto. Saat itu dijelaskan bahwa ada bantuan pemerintah berubah saluran
air bersih. Akan tetapi kenapa kalau itu bantuan pemerintah justru kami
masyarakat dibebankan biaya pemasangan dan untuk pembelian pipa yang
menyambungkan dari saluran menuju masing-masing dibebankan kepada
masyarakat," ucap Asari saat dikonfirmasi, Jumat (2/12/2022).
Asari memaparkan secara rinci kisaran dana dikeluarkannya
untuk bisa mendapatkan sambungan air bersih dimaksud. Menurutnya, untuk biaya
pendaftaran dikenakan biaya sebesar Rp1,5 juta per SR, dimana saat itu
jumlahnya mencapai sekitar 100 SR.
"Dan untuk pemasangan sambungan dari saluran ke setiap
rumah warga menjadi tanggungan warga itu sendiri. Artinya, selain kami bayar
untuk pendaftaran sebesar Rp1,5 juta kami juga harus membeli sendiri pipa,
sambungan, keran air, sampai dengan lem pipa," papar Asari.
"Tidak hanya itu, kami juga dibebankan iuran bulanan
dengan alasan untuk biaya perawatan. Iuran bulanan itu variatif, mulai dari
Rp20 ribu per bulan, bahkan saya pernah kena Rp38 ribu per bulan. Mungkin saat
ini sudah mencapai sekitar 150 SR," imbuhnya.
Kendati sudah mengeluarkan biaya yang cukup banyak, namun
tetap saja saluran air bersih tersebut masih tidak berfungsi maksimal.
"Contohnya seperti yang saat ini kami alami, hampir
tiga bulan terakhir saluran itu mati total dan sampai saat ini juga belum ada
penanganan perbaikan dari pihak pengelola yang ada di pekon ini," lanjut
Asari meluapkan kekecewaannya.
Masih kata dia, sejak awal berfungsi hingga saat ini air
yang dikeluarkan dari saluran tersebut sama sekali tidak laik konsumsi.
"Kami tidak berani untuk mengkonsumsi air dari saluran tersebut, airnya
keruh dan mengandung karang," kata dia.
Ia menandaskan pihaknya berharap agar pihak terkait segera
mengusut tindakan pengelola pamsimas tersebut yang membebani masyarakat dengan
biaya pendaftaran hingga mencapai angka Rp1,5 juta per SR, belum lagi
masyarakat wajib membeli secara saluran pipa secara sendiri untuk menyambungkan
air dari saluran ke setiap rumah yang hampir mendekati angka Rp500 ribu.
"Karena pamsimas tersebut setahu kami adalah bantuan
dari pemerintah untuk masyarakat, akan tetapi kenapa kami justru di pungut
biaya yang cukup besar untuk bisa merasakan manfaat dari bantuan tersebut.
Apalagi sudah hampir tiga bulan ini mati total dan hanya dibiarkan saja tanpa
adanya upaya penanganan," tandasnya.
"Menyikapi permasalahan ini kami berharap agar Aparat
Penegak Hukum (APH) segera mengusut hal-hal yang menjadi keluhan masyarakat,
kenapa bantuan pemerintah ini justru dimanfaatkan untuk mencekik
masyarakat," tukasnya.
Sementara itu, salah satu Kelompok Masyarakat pengelola
pamsimas pekon tersebut yang merupakan tempat masyarakat melakukan pembayaran
biaya pendaftaran sebesar Rp1,5 juta per SR, Dedi Mustika, hingga berita ini
diturunkan masih belum merespon panggilan ponselnya dan belum bisa
dikonfirmasi, meski sebelumnya sudah disampaikan identitas wartawan, nama
media, dan tujuan konfirmasi melalui aplikasi pesan singkat Whatsapp.