Keresahan Terhadap Dunia Pendidikan

Keresahan Terhadap Dunia Pendidikan

Oleh: Santri Agung Wardana*

Dikeluarkanya Keputusan Gubernur Jawa Barat No.443/Kep.287-Hukum/2020 tentang perpanjangan Pembatasan sosial berskala besar tingkat daerah provinsi jawa barat dalam rangka percepatan penanggulangan Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) dimana ketetapan kesatu point b tentang tanggal perpanjangan masa PSBB untuk jawa barat diluar BODEBEK selama 14 hari terhitung mulai tanggal 30 mei 2020 tampaknya menguatkan tentang bagaimana kondisi COVID-19 ini belum dapat di redamdan masih membutuhkan waktu yang sampai sekarang belum bisa ketahui bersama.

Pembatasan social Berskala Besar ini juga memberi dampak di berbagai bidang kehidupan yang ada mulai dari ekonomi, politik, hokum, kesehatan hingga ke pendidikan. Sebagaimana kita ketahui bersama kondisi COVID 19 Kementrian Pendidikan dan kebudayaan republic Indonesia mengeluarkan kebijakan mengeluarkan kebijakan tentang SURAT EDARAN NOMOR 3 TAHUN 2O2O TENTANG PENCEGAHAN CORONA VIRUS DISEASE (COVID-19) PADA SATUAN PENDIDIKAN sehingga kegiatan belajar mengjar dilakukan secara online. Dalam perjalanan pelaksanaan belajar mengajar di rumah ini, pemberitaan selalu difokuskan terhadap semakin banyaknya pasien yang terserang virus ini, dan juga disuguhinya masyarakat yang simpang siur terkait distribusi bantuan yang tidak merata.

Namun pada tanggal 09 april 2020 penulis mendapat keluhan dari petugas keamanan (satpam) salah satu sekolah negeri favorit di kota bandung dimana dalam isi keluhannya menyampaikan tentang penerapan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah hari ini menyulitkan kerja mereka ditambah kebutuhan rumah tangga yang tidak dapat ditunda namun bantuan minim, akhirnya penulis memutuskan turun untuk melihat kondisi dilapangan dan menanyakan kondisi kepada yang terkait, saat penulis turun sekolah tersebut untuk mengetahui fakta yang ada memang jauh dari apa yang tersampaikan di media social.

Dimana saya dapat ketahui sendiri fasilitas yang minim, dimana saya melihat para petugas keamanan kekurangan stock masker dan sarung tangan. Adapun sarana untuk mengantisipasi menularnya virus COVID-19 ini tidak disiapkan secara total, lalu penulis menanyakan mengapa aktivitas sekolah dirumahkan namun petugas lapangan yang ada di sekolah tetap disuruh berjaga? Menurut salah satu satpam menyampaikan bahwa satpam dan petugas kebersihan sekolah tetap bekerja untuk menjaga lingkungan dari kejadian yang tidak diharapkan berdasarkan perintah pimpinan, selanjutnya penulis menanyakan perihal status satpam dan petugas kebersihan yang ada di dalam suatu instansi pendidikan mereka pekerja kontrak yang di kontrak langsung oleh pihak sekolah.

Dalam percakapan yang cukup panjang itu muncul lah percakapan perihal kesulitan ekonomi yang terjadi, dimana tidak tersalurkannya bantuan dari pemerintah. Menurut Gubernur Jawa Barat golongan B yaitu mereka yang berada di rentang 25 persen sampai 40 persen ekonomi terbawah. Di mana mereka tadinya secara mandiri namun karena ada wabah ini kemudian jatuh pada kategori rawan miskin. "Inilah yang dibantu Dan APBD Provinsi Jawa Barat dengan total 3,2 Trilyun untuk empat bulan ke depan," kata dia.

Menjadi pertanyaan besar bagi penulis untuk menanyakan berapa gaji pokok yang di terima oleh pekerja ini. Mengejutkan, karena petugas ini hanya dibayar dikisaran 1,5 jtan dengan jam kerja 12 jam dalam 1 hari kerja. Penulis akhirnya mengambil kesimpulan bahwa mereka yang tetap bekerja di tengah kondisi pendemi ini memang beruntung karena masih mendapat pemasukan namun saat pekerja seperti buruh digaji 3,8 juta per tahun 2020 tapi untuk satpam yang menjaga keamanan tempat untuk mencerdaskan generasi yang akan datang hanya diupah 1,5 juta ini menjadi tidak berimbang. Dalam UU Ketenagakerjaan jelas disebutkan Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Perihal UMK dan jam kerjapun juga diatur didalamnya agar pembaca semakin jelas informasinya.

Kembali kepada kondisi pendemic yang terjadi saat ini. Dengan aspek hak yang diterima masih jauh dari standard yang seharusnya ditambah dengan tidak tersalurkannya bantuan yang baik menjadikan kondisi ini tampak menjadi kondisi tersulit dalam roda kehidupan. Adapun penulis menanyakan perihal kebijakan pemimpin sekolah dalam kondisi seperti ini, mereka menjawab seadanya “dengan fasilitas untuk mengamankan diri yang akang liat saja terbatas begini bagaiman bisa dianggap perhatian” begitu mereka menjawab kepada saya. Berbicara tentang hak pengupahan saja sudah dilanggar bagaimana dengan aturan terkait hak hak yang lain jika mengacu kepada UU Ketenagakerjaan dan aturan2 yang dibawahnya khususnya dalam kondisi pendemic ini.

Jika tadi kita sedikit mengacu kepada UU Ketenagakerjaan maka sekarang saya coba mengacu kepada pejabat pendidikan disekolah dimana pendidik dan staff Tata Usaha seluruhnya ditanggung oleh pemerintah yang upahnya dijaminkan diatas 1,5 juta dan untuk jam kerjanya pun tidak lebih dari 12 jam sehari. ironis melihat sisi gelap pekerja lapangan di dunia pendidikan. Saat saya tanyakan sedikit kepada pihak sekolah perihal siapa  yang bertanggung jawab untuk mengupah pekerja kontrak untuk sekolah tersebut. Jawaban perwakilan sekolah tersebut adalah komite yang di dapat dari pemasukan spp yang dibayarkan oleh siswa, namun pihak sekolah juga terganjal dikarenakan tidak diperbolehkannya pihak sekolah untuk meminta bayaran kepada orang tua terkait pembayaran spp oleh kebijakan yang berlaku, menurut Kepala TU.

Jika mengacu kepada UU Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003 tercantum pada pasal 1(5) yaitu Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan. Dan dilanjutkan dengan Pasal 39 (1) Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan. Dan juga diatur tentang hak apa saja yang dijaminkan oleh undang-undang ini kepada tenaga kependidikan tersebut mulai dari penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai, penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja, pembinaan karier sesuai dengan tuntutan pengembangan kualitas, perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas dan hak  atas hasil kekayaan intelektual; dan kesempatan untuk menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendidikan untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas. Ini tidak didapatkan oleh para satpam dan penjaga kebersihan itu.

Jika kita berpikir sejenak fungsi satpam dan fungsi petugas kebersihan sekolah memang tidak memiliki dampak langsung terhadap dunia pendidikan ini sangatlah naif, mengapa ? sebab seluruh satuan pekerja yang ada dalam satu lembaga memiliki fungsi nya masing-masing dan perlu dihargai kerjanya. Bagaimana system mendidik dapat berjalan dengan tenang jika tidak ada keamanan dan ruangan tampak kotor ? penulis yakin kegiatan belajar mengajar akan terlihat tidak kondusif. Lalu dalam kondisi pendemic bagaimana? Jika memang para pekerja ini masih dibutuhkan sesuai dengan fungsinya, hargai dengan diberikan hak sesuai dengan kinerjanya.

Penutup dari tulisan ini yaitu penulis ingin menyampaikan ini lah sedikit portret kondisi lapangan yang terjadi bahwa aturan-aturan dan kebijakan-kebijakan yang ada tampak indah dan manis di media namun pahit dalam pelaksanaan. Menjadi sebuah keprihatinan tersendiri bagi penulis dimana ucapan gubernur yang sangat luar biasa indah “Tidak boleh ada yang kelaparan di tanah Jawa Barat” namun menyedihkan mengetahui dan mendengar kelaparan terjadi dimana-mana? Bila salah satu Sekolah Negeri yang favorit bisa terjadi demikian, bukan tidak mungkin Sekolah Negeri lainya mengalami. Mari kawal bersama!.

*Dewan Pengawas dan Konsultasi KAMAPA Jabar