Terus Meningkat Jelang Pemilu 2024, Bawaslu Pesisir Barat Awasi Berita Hoaks dan Ujaran Kebencian

Terus Meningkat Jelang Pemilu 2024, Bawaslu Pesisir Barat Awasi Berita Hoaks dan Ujaran Kebencian
Ketua Bawaslu Pesisir Barat, Abd. Kodrat | Foto: Istimewa

PESISIR BARAT-Tahapan Pemilu 2024 segera memasuki tahapan penetapan Daftar Calon Tetap, masyarakat diminta ikut berperan aktif dalam mengawasi khususnya penyebaran berita bohong (hoaks) dan yang mengandung ujaran kebencian agar terwujudnya pelaksanaan Pemilu 2024 berjalan lancar, aman, dan kondusif.

Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Pesisir Barat, Lampung, Abd. Kodrat, Rabu (4/9) mengatakan bahwa, menjelang Pemilu 2024, tren penyebaran berita hoaks atau ujaran kebencian mengalami peningkatan.

Karenanya, pihaknya bersama stakeholder terkait, akan terus berusaha melakukan pengawasan khususnya, terhadap penyebaran berita bohong dan ujaran kebencian.

“Sebagai langkah atau upaya pencegahan terjadinya berita bohong dan ujaran kebencian, kita baru saja melaksanakan kegiatan Deklarasi Pekon Pengawasan Partispatif di Pekon Walur Kecamatan Pesisir Utara, 30 September lalu, yang juga merupakan langkah sosialisasi kepada masyarakat luas, mengenai informasi dampak penyebaran berita hoaks serta ujaran kebencian dalam perhelatan pemilu," jelas Kodrat.

Ia berharap masyarakat benar-benar mewaspadai beredarnya berita hoaks dan ujaran kebencian. Terlebih berita-berita dimaksud, sifatnya provokatif dan dapat memecah belah individu, maupun suatu kelompok.

“Biasanya berita hoaks dan hate speech ini sering muncul di media sosial (medsos), sehingga kita harus benar-benar bisa mengunakan medsos dengan baik. Jika kita menemui hal tersebut, sebaiknya kita harus mengecek terlebih dahulu, dengan menanyakan hal itu kepada orang yang paham, maupun lembaga yang resmi terkait informasi yang kita dapatkan, sehingga kita tidak mudah terpengaruh,” ungkapnya.

Lebih rinci Kodrat memaparkan ciri-ciri berita hoaks adalah, pasti judulnya bombastis, narasinya provokasi dan menyudutkan seseorang, baik tokoh masyarakat maupun pejabat pemerintahan. Selain itu, akun yang digunakan tidak jelas.

Karenanya Kodrat menegaskan, bagi seseorang yang sengaja menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik, bisa dikenakan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda maksimal Rp1 Miliar, yang diatur oleh Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2008, tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Ia mencontohkan, biasanya berita bohong disebar melalui medsos ataupun aplikasi yang ada dalam smartphone, seperti pesan WhatsApp maupun yang lainnya, yang bertuliskan cetak tebal di judul, dan diakhiri dengan kata-kata viralkan.

“Ini harus dibaca dulu isinya terkait apa, jika isinya provokasi dan ujaran kebencian, maka jangan diteruskan ke teman-teman maupun ke grup apapun. Jika kita ikut share, sama halnya kita ikut serta dalam menyebarkan berita bohong dan ujaran kebencian, sehingga kita bisa terkena UU ITE,” jelas Kodrat.

Dia berharap, masyarakat dapat memahami dan tidak terprovokasi, serta ikut serta dalam menyebarkan berita hoaks serta ujaran kebencian, karena akan berakibat sangat fatal bagi diri sendiri.