Perlukah Presiden Terbitkan Perpu Perubahan APBN ?

Perlukah Presiden Terbitkan Perpu Perubahan APBN ?
Peneliti pada Pusat Studi Kebijakan Negara, Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (Unpad) Mei Susanto

BANDUNG - Hasil rapat bersama Badan Anggaran DPR RI, Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia pada Senin (23/3) lalu, salah satunya merekomendasikan agar Presiden segera menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) terkait penanggulangan covid-19.

Perpu yang diusulkan diantaranya tentang Perubahan APBN, Perpu tentang Perubahan Undang-Undang Keuangan Negara khususnya terkait dengan kelonggaran defisit APBN dari PDB dan rasio pajak terhadap PDB, dan Perpu lainnya yang diperlukan guna memberikan kepastian hukum dan menjawab kondisi abnormal seperti saat ini. Mengingat dengan kondisi seperti saat ini rapat paripurna tidak dapat dilakukan ditengah pandemi covid-19 yang semakin meluas dan telah memakan banyak korban.

Peneliti pada Pusat Studi Kebijakan Negara, Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (Unpad) Mei Susanto  menjelaskan bahwa ketentuan mengenai APBN diatur secara khusus di dalam Pasal 23 UUD yang pada dasarnya memerintahkan bahwa APBN sebagai wujud pengelolaan keuangan negara ditetapkan dengan UU yang merupakan hasil usulan Presiden untuk di bahas bersama DPR.

“Oleh karena itu pada hakikatnya, APBN harus selalu berbentuk Undang-undang sebagai bentuk adanya hak begrooting atau hak budget, maknanya adalah setiap rupiah yang dipergunakan penguasa harus dengan persetujuan rakyat (DPR). Inilah yang menjadi pembeda negara demokrasi dan negara otokrasi,” kata Mei Susanto kepada monologis.id di Bandung, Kamis (26/03).

Perpu terkait dengan Perubahan APBN, kata dia, seharusnya adalah opsi terakhir yang dikeluarkan, sebelum itu harus di cek terlebih dahulu dalam UU APBN khususnya terkait anggaran bencana ada berapa, dari sana baru ketahuan berapa anggaran yang ada, dan apakah masih kurang untuk dana penanganan Covid 19 ini.

“Kalau masih kurang, Eksekutif juga masih memiliki kewenangan menggeser pos anggaran pada satuan kegiatan dan jenis belanja berdasarkan Putusan MK No 35/PUU-XI/2013,”  ujar Mei Susanto yang juga merupakan Dosen Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum, Universitas Padjadjaran.

Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa ketika penggeseran anggaran terjadi pada pos unit organisasi, fungsi atau organ barulah dilakukan perubahan APBN.

“Kalau kondisi ini terjadi, demi keselamatan rakyat maka saya berpandangan barulah Perpu  Perubahan APBN dapat dikeluarkan sesuai dengan syarat terbitnya Perpu yaitu adanya krisis dan kemendesakan secara nyata dan dirasakan oleh masyarakat. Kata kuncinya sudah dihitung secara benar, transparan dan jujur,” imbuhnya.

Dia menambahkan, pemerintah juga perlu mempertimbangkan Perpu lain untuk menjawab wabah yang menjadi pandemi global ini, khususnya terkait dengan penuntasan covid-19 maupun yang terdampak. Mulai dari persoalan jikalau diperlukan karantina wilayah, mekanisme sanksi dan penegakanya dan lain-lain.

Mengingat, menurutnya, UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekerantinaan Kesehatan belum lengkap/sempurna. Selanjutnya juga perlu dipertimbangkan Perpu mengenai pelaksanaan Pilkada serentak yang berpotensi mendatangkan permasalahan dengan kondisi seperti saat ini.