Kebajikan Kewarganegaraan dan New Normal
Oleh: Yayuk Hidayah*
BELUM berakhirnya pandemi virus COVID-19 telah memunculkan berbagai skema upaya mengatasinya baik pada lingkup nasional maupun internasional, terutama yang bertujuan untuk mengendalikan penyebaran infeksi virus COVID-19. Dalam situasi sesulit ini, beragam kebijakan yang bersifat lintas sosial budaya justru menghadirkan tantangan dalam berbagai aspek kehidupan, seiring dengan adaptasi masyarakat atas diberlakukannya kebijakan tersebut.
Berkonteks pada upaya mengendalikan penyebaran pandemi virus COVID-19 itu pula, istilah New Normal mulai dikenalkan kepada masyarakat sebagai bentuk komunikasi dua arah antara pemerintah dan warganya. Tujuannya ialah untuk mengembalikan tatanan kehidupan masyarakat yang secara sosial ekonomi mengalami guncangan dan keruntuhan.
Penerapan kebijakan New Normal juga mempertimbangkan studi yang cukup kompleks, melansir dari indonesia.go.id penulis menemukan gambaran konsep yang secara sederhana dapat dikatakan bahwa New Normal adalah penyesuaian pola hidup. Artinya, penyesuaian tersebut berlaku dalam aktivitas sehari-hari masyarakat dengan cara menerapkan pola perilaku baru yang mematuhi protokol kesehatan sampai kelak vaksin dari virus COVID-19 ditemukan.
Menyikapi situasi tersebut, tentu saja penerapan New Normal sangat memerlukan penegasan agar praktiknya tidak bias oleh masyarakat. Artinya pemerintah perlu melakukan edukasi yang simultan dan massif kepada masyarakat, mengenai apa dan bagaiamana pelaksanaan New Normal itu dan tidak menambah kebingungan atau justru kepanikan dalam situasi baru ini.
Penguatan Kebajikan Warga Negara
Mempertimbangkan kebijakan New Normal dalam perspektif Pendidikan Kewarganegaraan membawa kita untuk melakukan pemikiran ulang mengenai apa saja nilai-nilai kebajikan warga negara. Pada satu sisi New Normal membutuhkan kekonsistenan dan sisi lainnya ia juga membutuhkan ruang atau wahana pembelajaran bagi warga negara. Sebagaimana diketahui, dalam proses belajar selalu terjadi usaha trial and error yang tak henti.
Karakteristik masyarakat Indonesia yang beragam perlu juga dielaborasi dalam agenda New Normal ini agar tujuan mulianya dapat benar-benar tercapai. Maka dari itu, dengan menggambar pada realitas, di sana terdapat nilai-nilai kebajikan warga negara yang diharapkan dapat menjadi eleman fundamental pada pelaksanaan New Normal khususnya dalam hal tujuan dan pendekatan.
Robins (2006) menyatakan bahwa perilaku kewarganegaraan tidaklah sama dengan aktivitas formal seperti dalam pekerja formal, melainkan dalam berkontribusi dalam mendukung organisasi tersebut. Sementara Azwar S. (2012) menyebut komponen sikap ialah kognitif yaitu berkaitan dengan representasi sikap, afektif berkaitan dengan perasaan, dan konatif yang berkaitan dengan kecenderungan perilaku.
Berkaitan dengan pendapat tersebut, New Normal sebenarnya diarahkan menjadi miniatur proses untuk bangkit dari keterpurukan akibat pandemi COVID-19. Mempertimbangkan kehati-hatian dalam penerapan New Normal, nilai-nilai kebajikan kewarganegaraan terkristal dalam kesadaran setiap warga negara mengenai pemenuhan hak dan kewajiban dalam situasi New Normal.
Kebajikan itu semisal pemahaman mengenai keterampilan yang dibutuhkan seorang warga negara untuk berpartisipasi bagi kepentingan bersama bangsanya. Arkow (2010) menggunakan istilah manusiawi dalam kaitannya dengan perlakuan kita. Sementara Kanisiun (2010) menyatakan kebajikan dalam berkemanusiaan adalah wujud kebajikan warga negara dalam memberi perasaan yang sama dengan manusia lain. Kesadaran masyarakat untuk ikut serta menghadapi pandemi COVID-19 perlu terus diedukasi secara berkelanjutan, agar dapat memahami bagaimana rangkaian protokol yang dirancang pemerintah.
Kerjasama dari berbagai lapisan masyarakat sangat dibutuhkan agar terjadi sinergi dan sinkronitas dalam mendorong penguatan kebajikan kewarganegaraan dalam penanganan atas pandemi COVID-19 maupun dampak sosial ekonominya. Tanpa sokongan gerak yang seirama antara pemerintah dan warganya, keadaan ini akan semakin sulit dihadapi. AKhir kata, mari kita gerakkan kesadaran untuk bersatu saling dukung, semoga pandemi ini cepat berlalu, dan bangsa ini keluar sebagai penyintas yang hebat.
*) Alumni Prodi PPKn FKIP Universitas Lampung. Mahasiswa Doktoral Pendidikan
Kewarganegaraan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Bandung.