Jadi Narasumber Webinar Otsus dan Perjuangan Papua, Ini yang Disampaikan Ketua DPRD Maybrat

Jadi Narasumber Webinar Otsus dan Perjuangan Papua, Ini yang Disampaikan Ketua DPRD Maybrat
Ketua DPRD Maybrat Ferdinando Solosa (Foto: Istimewa)

MAYBRAT - Belum Lama ini Kompas TV telah menayangkan secara virtual melalui webinar dengan tema "Otonomi Khusus dan Perjuangan Papua".

Acara yang dipandu host Audrey Chandra itu diikuti lima narasumber yakni Ketua DPRD Maybrat Ferdinando Solosa , Bupati Jayapura Mathius Awoitauw, Ketua PWKI Dorince Mehue, Albert A Kabiay Ketua DPD Mandala Trikora Papua, dan Stave Marah Ketua Pemuda Papua

Ketua DPRD Maybrat Ferdinando Solosa, menyebut penerapan Undang-undang otsus Papua hingga kini usia ke 20 bahkan masuk 21 tahun belum juga berjalan maksimal karena tidak ada sinergitas antara pemangku kepentingan di tingkat provinsi baik Papua maupun Papua Barat sehingga terus menuai sorotan dari publik

"Menurut hemat kami bahwa Undang-undang otsus ini kan domainnya ada di pemerintah provinsi, Saya lihat akhir-akhir ini tidak ada kordinasi yang dilakukan antara gubernur Papua dan Papua Barat, dua gubernur jalan sendiri, DPR jalan sendiri dan juga MRP jalan sendiri," tegas Nando pada acara diskusi tersebut.

Ketua DPRD dua periode ini pun mengaku belum mengatahui hasil evaluasi seperti apa sebenarnya yang telah dilaporkan ke pemerintah pusat oleh kedua pemprov tersebut, pasalnya menurut Dia tidak pernah ada uji publik yang dilakukan ke masyarakat dengan melibatkan pihak pemkab dan pemkot maupun akademisi yang ada di perguruan tinggi seperti Uncen dan Unipa.

"Kami di kabupaten kota ini tidak tahu, hasil apa yang dievaluasi dan apa yang diantarkan ke pemerintah pusat, begitu juga MRP,  ini sebenarnya harus ada kolaborasi, tidak bisa begitu saja," tegasnya.

Nando menjelaskan, undang-undang otsus sesungguhnya difokuskan pada empat skala prioritas yakni pendidikan, kesehatan, infrastruktur dan pemberdayaan ekonomi masyarakat, ke empat substansi dasar itu harus diterapkan dalam bentuk pelindungan, keberpihakan, serta pemberdayaan kepada orang asli Papua

"Namun dalam perjalanan selama 20 tahun ini, terjadi sebuah respon publik yang luar biasa, bahwa berdasarkan data badan pusat Statistik, dua provinsi masih berada dibawah standar, rakyat miskin masih tertinggi, begitu juga sisi aspek pendidikan dan kesehatan masih dibawa standar,  ini artinya menjadi sebuah  potret yang dipegang oleh masyarakat dan menilai bahwa keberlangsungan otonomi khusus itu belum memberikan manfaat yang besar kepada orang asli Papua, ini sebuah realita dan fakta yang terjadi," jelasnya.

Oleh kerena itu, ia meminta kedepan undang-undang tersebut sebelum dilanjutkan harus dievaluasi secara komprehensif dengan menitikberatkan pada empat skala prioritas tadi demi mensejahterakan orang asli Papua

"Undang-undang ini harus dievaluasi secara menyeluruh, termasuk kucuran anggraan yang begitu besar, dan anggraan ini harus dialokasikan ke empat sektor tadi, ini harus ada paparan yang dilakukan oleh gubernur papua dan Papua Barat dengan transfer ke kabupaten kota, supaya ini juga bagian dari memberikan informasi kepada masyarakat," pungkasnya.