DTPHP Tulangbawang Barat Kenalkan Biosaka ke Petani
TULANGBAWANG BARAT– Dinas
Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan (DTPHP) Tulangbawang Barat, Lampung,
melalui tenaga penyuluh pertanian lapangan (PPL) memperkenalkan biosaka kepada
petani setempat.
Sekretaris DTPHP Tulangbawang Barat, Sulistyo Hadi,
menjelaskan bahwa para penyuluh memperkenalkan biosaka pada pertemuan dengan
kelompok tani (Poktan) dan kelompok
wanita tani (KWT) di beberapa tiyuh (desa).
Sementara, penyuluh pertanian sekaligus Koordinator Jabatan
Fungsional DTPHP Tulangbawang Barat, Tri Meriyanto menjelaskan, biosaka merupakan larutan
ekstrak tumbuhan yang berperan sebagai elisitor yang dapat meningkatkan
produktivitas tanaman.
"Biosaka bukanlah pupuk atau pestisida. Biosaka
bermanfaat untuk meningkatkan efisiensi usaha tani dan mengurangi serangan hama
penyakit pada tanaman. Penggunaan biosaka dalam berbudidaya tanaman juga
sebagai salah satu upaya perlindungan tanaman berbasis ekologi untuk menjaga
kelestarian lingkungan," ungkapnya, Senin (28/8/2023).
Menurutnya, Biosaka merupakan teknologi yang mudah dan murah
yang dapat dibuat secara mandiri oleh para petani. Biosaka diramu dari berbagai
jenis rumput-rumputan ataupun tanaman.
"Untuk membuatnya dibutuhkan minimal 5 jenis tanaman
sebanyak satu genggaman tangan. Tanaman
yang digunakan lebih banyak memanfaatkan tanaman yang ada di sekitar areal
sawah, ladang dan tidak jarang tanaman yang digunakan tersebut biasanya
sebagian besar petani menganggap sebagai gulma yang harus dibersihkan atau
tidak bermanfaat. Tanaman tersebut tumbuh di pematang, pekarangan rumah,
ataupun lahan yang terlantar," ujarnya
Dia menambahkan, beberapa jenis tanaman yang biasa digunakan
sebagai bahan baku pembuatan Biosaka antaranya, babadotan (Ageratum conyzoides
L), tutup bumi (Elephantopus mollis Kunth), Kitolod (Hippobroma longiflora),
maman ungu (Cleome rutidosperma), Patikan kebo (Euphorbia hirta L), Meniran
(Phyllanthus niruri L), anting-anting
(Acalypha australis. L), jelantir (Erigeron sumatrensis Retz), sembung
(Baccharis balsamifera L.), sembung rambat (Eupatorium denticulatum Vahl) dan
sebagainya. Jenis tanaman ini dipilih yang sehat, tidak terkena hama dan
penyakit. Sebanyak satu genggaman tangan kemudian diremas dalam air 2-5 liter
air. Hasil remasan tersebut, dimana air menyatu dengan saripati tanaman
(homogen), bisa langsung diaplikasikan yaitu disemprotkan ke tanaman, dan
sisanya bisa disimpan untuk aplikasi berikutnya.
"Dosis aplikasi 40 ml per tangki dan penyemprotan
dilakukan harus mangabut, tidak boleh tanaman terlalu basah di saat aplikasi
biosaka, sehingga aplikasi per hektar hanya 4-8 tangki saja. Frekuensi aplikasi
antara 3 - 20 hari sekali," tutupnya.