Anggota Komisi II DPRD Jabar Sarankan Pemerintah Produksi Kedelai Dalam Negeri

BANDUNG - Menghilangnya tahu dan tempe di sejumlah pasar di Jawa Barat (Jabar) perlu disikapi serius. Terlebih masyarakat Indonesia dapat dikatakan hobi mengonsumsi makanan mengandung sumber protein nabati tinggi itu.
"Berdasarkan pantauan di sejumlah pasar tradisional, kenaikan harga kedelai dari sebelumnya Rp7 ribu per kilo hingga mencapai Rp12 ribu per kilo memicu produsen tahu tempe berhenti berproduksi," ungkap anggota Komisi II DPRD Jabar, Faizal Hafan Farid, Senin (07/06).
Faizal mengaku sudah sejak dua minggu lalu melakukan pengawasan ke sejumlah pasar di Jabar.
"Saya berharap produsen tempe tahu tidak meliburkan kegiatan produksi dan penjualan. Tapi, akhir Mei 2021 kemarin, paguyuban tahu tempe Jabar tetap melakukan mogok massal dengan meliburkan kegiatan produksi dan penjualan Tempe Tahu," ungkapnya.
Dia mencatat kelangkaan kedelai di Jabar dan sudah menyarankan satgas pangan untuk melakukan operasi pasar.
Mantan anggota DPRD Kabupaten Bekasi 2 periode itu menjelaskan, kenaikan harga kedelai dalam negeri dikarenakan Indonesia masih mengandalkan pasokan kedelai secara impor. Sehingga, ketika harga kedelai global mengalami gejolak akibat tingginya permintaan di pasar global, maka harga Kedelai dalam negeri pun mengalami kenaikan.
"Tingginya permintaan kedelai dunia menjadi penyebab utama kenaikan harga," jelasnya.
Menanggapi hal itu, Faizal menyarankan pemerintah untuk menyiasatinya dengan stok yang melimpah dari Badan Urusan Logistik (Bulog) maupun lembaga lainnya.
"Begitupun program ketahanan pangan kita harus sudah mulai melakukan langkah-langkah peningkatan produksi Kedelai dalam negeri di tiap-tiap daerah. Sehingga saat panen Kedelai dunia terlambat, pasokan berkurang dan terjadi lonjakan di pasar global yang menyebabkan harga naik, tidak lagi berdampak terhadap kebutuhan Kedelai dalam negeri," saran Faisal.
Hal penting perlu menjadi perhatian pemerintah, akibat melonjaknya harga Kedelai, produsen tahu tempe melakukan segala cara agar tidak merugi. Salah satunya dengan mengurangi ukuran tahu-tempe menjadi lebih kecil.
"Segala cara dilakukan para perajin tahu-tempe mulai dari mengurangi ukuran tahu-tempe menjadi lebih kecil, tetapi hal tidak berdampak signifikan karena ukuran yang diperkecil juga menyebabkan tahu dan tempe mudah hancur," kata dia.
"Jika sudah hancur, masyarakat jelas tidak mau beli, inilah sebabnya banyak pengusaha tahu tempe mengalami bangkrut," pungkasnya.