Ratusan Industri Tekstil Terancam Tutup Permanen

BANDUNG - Sekretaris Jenderal Asosiasi Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta menyatakan sikap kecewa terhadap intoleransi kebijakan PLN dan PGN yang tetap mengenakan denda terhadap perusahaan di lingkungan industri tekstil. Denda tersebut berdasarkan penggunaan listrik dan gas minimum.
Industri tekstil produk tekstil (TPT) merupakan salah satu sektor industri yang sangat banyak terkena dampak kerugian akibat merebaknya virus korona desease (COVID-19) di Indonesia. Terdapat 80 industri tekstil produk tekstil (TPT) yang seluruh operasinya ditutup sementara waktu untuk membantu menanggulangi pengentasan wabah.
Dalam kondisi merugi akibat terhentinya produksi tekstil, perusahaan juga diburu denda akibat pemakaian listrik dan gas minimum selama pandemik. Kekecewaan terhadap intoleransi kebijakan tersebut disampaikan dengan tegas oleh Redma. Ia mengatakan pihaknya masih menunggu stimulus dari pemerintah agar segera beroperasi kembali pasca pandemi.
“Permasalahannya adalah cashflow. Meskipun dalam kondisi setop produksi, mereka harus tetap bayar denda ke PLN dan PGN karena pemakaian listrik dan gas dibawah standar minimum. Di lain sisi mereka juga tidak ada pemasukan dari penjualan produk,” tegas Redma dalam keterangan tertulisnya, Kamis (30/04).
Lebih lanjut ia menerangkan bahwa apabila kondisi ini terus berlanjut, maka sekitar 70 % dari total jumlah perusahaan TPT akan tutup permanen. Keadaan tersebut tentunya mendesak agar pemerintah tidak hanya berpangku tangan dengan tidak bertindak apa- apa.
Menurut data APSyFI, saat ini terdapat 1.300 perusahaan TPT skala menengah- besar. Dengan demikian, terdapat sekitar 700 perusahaan tekstil yang terancam tutup permanen karena kerugian yang dialami selama pandemi.
Pada penghujung Maret lalu, APSyFI bersama dengan Asosiasi Pertekstilan Indonesia telah menyampaikan kepada pihak Kementerian Perindustrian beserta lembaga terkait perihal relaksasi yang dibutuhkan oleh industri tekstil agar dapat pulih pasca wabah COVID-19.
“Beberapa diantaranya ialah termasuk relaksasi sektor energi untuk listrik dan gas industri. Namun hingga sekarang belum terdapat perkembangan yag begitu signifikan,” tegas Redma.