Porprov Sebagai Alat Ukur Kondisi Olahraga
Oleh: Joni Patasarani, SH
Pemerhati Olahraga, Tinggal di Kabupaten Serang, Banten
Bagi sebuah daerah,
olahraga bisa menjadi alat ukur yang menunjukkan warganya sebagai komunitas
yang sehat secara jasmani, dan maju dalam berinovasi.
Sehat secara jasmani artinya melalui olahraga warga di
daerah itu mendapatkan kesehatan, sedangkan maju dalam inovasi artinya
kemampuan dalam mengelola organisasi olahraga. Indikator sehat jasmani dan maju
dalam berinovasi itulah yang kemudian menjadi ide dasar pelaksanaan pekan
olahraga provinsi (porprov) Banten VI.
Tiap kabupaten/kota dituntut siap bertanding dan bisa
menorehkan sejarah dengan meraih gelar juara secara sportif. Kegiatan itu punya
beberapa tujuan pokok jika kita menggunakan alat ukur kondisi olahraga
nasional.
Pertama; porprov
Banten harus dapat menjadi ajang mencari bibit unggul yang mampu
berbicara pada tingkat nasional dan internasional. Perlu pemaksimalan fungsi
porprov Banten sebagai ajang pencarian bakat baru yang siap bertanding. Yang
lebih penting, punya kemampuan lebih dari generasi sebelumnya. Kompetensi dari
tiap cabang olahraga di Provinsi Banten saat ini mengalami inferioritas yang
sangat kentara, terlebih ketika mengikuti uji tanding dalam pekan olahraga
nasional atau bahkan pekan olahraga pelajar nasional.
Jika hal itu dibiarkan tidak ada regenerasi secara simultan
dan maksimal, tidak menutup kemungkinan wajah olahraga di provinsi Banten akan
tenggelam bila dibandingkan dengan daerah lain yang sekarang makin menunjukkan
prestasi dalam mengelola tiap cabang olahraga.
Kedua; porprov Banten
harus bisa menjadi momentum merehabilitasi pengelolaan tiap cabang olahraga
yang selama ini belum atau tidak maksimal.
Fakta menunjukkan bahwa ketidak mampuan dalam pengelolaan
organisasi membuat cabang-cabang Olahraga tersebut tidak bisa tidak berkembang.
Kita bisa melihat contoh pengelolaan cabang olahraga sepak bola pada tiap
kabupaten/kota di Banten Sistem pengelolaan yang amburadul menjadikan sepak
bola dan Cabor yang lainnya di provinsi Banten belum bisa meraih prestasi
puncak, dibandingkan dengan wilayah lain, yang banyak melahirkan Atlet tingkat
nasional.
Ketiga; porprov Banten dapat menjadi ukuran sejauh mana
perkembangan tiap cabang olahraga secara keseluruhan. Tentunya upaya mengukur
sejauh mana perkembangan tiap cabang menjadi penting mengingat sampai saat ini
evaluasi kegiatan olahraga kita masih terbawa pada opini yang berkembang.
Keminiman Dana
Padahal opini yang berkembang selalu mengaitkan kemunduran
olahraga pada suatu daerah dengan faktor keminiman pendanaan.
Hal inilah yang menjadi kekhawatiran penulis,
Jangan-jangan alasan keminiman pendanaan menjadi kambing
hitam. Artinya ada pihak tertentu, yang mempunyai kepentingan, untuk
mencari-cari alasan kemunduran pembinaan olahraga di Provinsi Banten guna
menutupi kesalahan.
Minimal ada penggiringan opini publik ke arah itu. Dalam
konteks itu, pentingnya peran ilmuwan olahraga merumuskan semua itu dengan
mendasarkan pada hasil evalusi. Ilmuwan olahraga harus bisa mengarahkan dan
memprioritaskan langkah pembinaan, termasuk cara yang tepat.
Hasil evaluasi itu tentunya harus terukur, berdasarkan
fakta, bukan mengikuti opini yang berkembang. Semua itu untuk menjawab
pertanyaan apakah porprov hanya sebuah rutinitas atau ajang mencari bibit
unggul, mencetak prestasi, sekaligus mengangkat nama baik daerah.
Selamatkan Generasi Muda Banten Dengan Kegiatan Olahraga
untuk meraih Prestasi.