Nurul Ikhwan: Dinas Pertanian Lampung Hanya Jadi Penonton Ditengah Potensi Krisis Pangan

Nurul Ikhwan: Dinas Pertanian Lampung Hanya Jadi Penonton Ditengah Potensi Krisis Pangan
Anggota Komisi II DPRD Lampung Nurul Ikhwan. Foto: Istimewa

BANDARLAMPUNG - Gubernur Lampung Arinal Djunaidi dengan bombastis mencanangkan program Kartu Petani Berjaya (KPB) sebagai solusi untuk mengatasi problematika pertanian dan petani di Lampung tetapi tidak diimbangi dengan respon cepat dari Dinas Pertanian Provinsi.

“Padahal, Gubernur sudah menaikan tunjangan kinerja sebagai barometer untuk menaikan Indikator Kerja Utama di dinas tersebut,” ujar anggota Fraksi PDI Perjuangan DPRD Lampung Nurul Ikhwan di Bandarlampung, Jumat (9/12/2022).

Ikhwan mengatakan, persoalan pertanian merupakan masalah pokok dan utama di Lampung sebagai daerah penopang pangan nasional dan sebagai penopang ekonomi yang menjadi mata pencaharian sebagian besar penduduknya.

“Adanya potensi krisis pangan dunia seharusnya disikapi oleh Dinas Pertanian Provinsi Lampung untuk menjaga supply dan ketersediaan pangan bagi Lampung dan Indonesia dan ini tidak sejalan dengan apa yang dicanangkan Gubernur,” sebut Ikhwan.

Kondisi ini terlihat dengan banyaknya permintaan beras medium dan premium di gudang Bulog Kelapa Gading menandakan bahwa ada krisis supply dan ketersediaan beras di Lampung sebagai daerah penghasil beras 10 besar di indonesia.

Anggota komisi 2 ini mengatakan bahwa tata kelola dan program di Dinas Pertanian tidak dapat mengimplementasikan visi dan misi program Lampung Berjaya sehingga persoalan pertanian di Lampung dari tahun ke tahun tidak ada perubahan yang sangat signifikan.

“Ini terlihat dalam penataan program dan pengalokasian anggaran yang terkesan tidak banyak berubah dan tidak memiliki indikator- indikator yang dapat merubah NTP bahkan index GINI Rasio. Belum lagi dampak kenaikan BBM yang seharusnya ini menjadi pemicu untuk dinas tersebut membuat program diserfikasi BBM,” papar Ikhwan.

Ikhwan juga menyoroti persoalan tata kelola distribusi pupuk yang tidak tepat sasaran ditambah pengawasan terhadap peredaran pupuk palsu dan kelangkaan bibit unggul untuk ketahanan produktifitas pertanian dan kejatuhan harga ketika panen raya padi dan jagung yang menambah kesenjangan petani.

“Climate change sudah didepan mata seharusnya Dinas Pertanian Provinsi Lampung sebagai pelopor untuk mengantisipasi dampak perubahan iklim terhadap produktifitas pertanian sampai kepada ketahanan produktifitas pertanian Lampung,” kata dia.

“Belum lagi soal rente dan ijon yang menjadi benalu untuk mewujudkan kedaulatan pertanian lampung ditambah pembangunan industri pertanian belum menjadi suatu prioritas jangka panjang bagi provinsi tercinta ini,” imbuhnya.

Menurutnya, kelemahan ini menjadi peluang bagi swasta untuk mengendalikan sektor pertanian Lampung mulai dari kendali harga panen, alinstan, saprodi dan saprotan yang menggerus “value” petani dan petani hanya menjadi “agent” bagi sektor swasta.

Ikhwan kembali menegaskan sebagai Ketua DPW Gerakan Nelayan Tani Indonesia dirinya mendesak Dinas Pertanian Provinsi Lampung agar ekstra kerja keras jangan hanya jadi penonton dan duduk nyaman dikantor dan menjalankan program- program rutinitas yang tidak berdampak besar bagi sektor pertanian.

“Krisis bisa jadi persoalan dan bisa jadi peluang jika Dinas Pertanian Provinsi Lampung mampu memahami lebih dalam lagi persoalan persoalan disektor pertanian dan membuat suatu terobosan dan inovasi untuk mewujudkan Petani Berjaya dan Lampung Berjaya,” ujar dia.

Ikhwan menambahkan, potensi pendapatan yang sangat besar bagi Lampung ditengah isu krisis pangan dengan membuat skema dan model pertanian yang terintegrasi terhadap industri pangan dan kebutuhan pangan nasional dan global.

“Dan ini akan terwujud jika Dinas Pertanian Provinsi Lampung bergerak dan membaca peluang besar yang ada didepan mata,” ungkapnya.

“China sudah mengeluarkan benih padi “abadi” sebagai solusi dari krisis pangan dan saya hanya berharap dinas pertanian provinsi lampung bisa menjaga ketersedian dan supply pertanian jangan sampai supply mengalahkan kewajiban ketersedian pangan bagi masyarakat lampung dan jadi suatu kemunduran jika kemarin kita beli beras premium Rp.9100/kg kemudian hari ini kita beli beras Rp.15.000/kg sementara yang menikmati selisih Rp.15.000/kg hanya industri dan pelakunya artinya Dinas Provinsi Lampung tidak bekerja,” pungkasnya.