Mahasiswa Perantau di Lampung Belum Tersentuh Bantuan

Mahasiswa Perantau di Lampung Belum Tersentuh Bantuan
Ilustrasi

BANDARLAMPUNG - Sejak diberlakukan kuliah secara online di masa pandemi COVID-19, sebagian mahasiswa memutuskan untuk pulang kampung. Namun masih ada yang harus bertahan di tanah rantau karena merasa khawatir akan menjadi carrier penyeberan virus korona.

Tak mudah bagi mereka untuk tetap bertahan dan mencukupi kebutuhan sehari-hari, ditengah pandemi yang semuanya serba dibatasi. Sebisa mungkin mereka harus mengehemat agar tetap bertahan hidup. Bahkan ada yang nekat menjadi ojek online meski ia sadar pekerjaan tersebut rentan tertular virus korona.

Abimanyu Septiadji, mahasiswa Lampung asal Tangerang ini  mengaku belum mendapat bantuan dalam bentuk apa pun selama pandemi ini, sehingga ia harus memutar otak untuk tetap bertahan hidup.

“Kemungkinan besar tetap di Lampung karena mau pulang juga kan nggak mungkin.  Buat nyukupin kebutuhan di sini saya sekarang sambil kerja ojek online walaupun resikonya rentan terkena COVID-19,” ujarnya, Rabu (13/05).

Tak hanya Abimanyu, mahaiswa lain yang juga keuangannya mulai menipis karena tak kunjung mendapat kiriman dari orang tua adalah Yesi Sarika dari Bekasi.

“Agak susah si cari makan, karena di sini kan tinggal ngekos soalnya warteg banyak yang tutup terus uang juga makin menipis. Orang tua belum kirim karna lagi pandemi juga jadi orang tua di sana juga sulit mau nyari uang. Tapi untungnya kemarin saya dapet bantuan dari jurusan,” ujar Yesi Sarika.

Ia  berharap pemerintah Lampung turut memberi dukungan, lantaran masih banyaknya mahasiswa dari luar kota yang masih bertahan di Lampung dan mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. 

“Entah itu bantuan dalam bentuk apa pun, semoga aja dari pemerintah ada karena mereka bertahan di sini juga kan untuk memutus rantai COVID-19 jadi harus ada timbal balik juga bantuan untuk mereka selama di sini,” harapnya.

Senada dialami Yunita Solin, mahasiswa rantau dari Medan yang memilih bertahan di tanah rantau demi memutus penyebaran COVID-19. Ia malah belum pernah mendapat bantuan sama sekali.

“Rencana pengen pulang si karena kan mau ngurus kuliah juga nggak bisa. Tapi gimana, mau mudik juga nggak gak mungkin karena harus sama-sama bantu pemerintah. Pengennya si uang kuliah ya di pulangin karena nggak pake fasilitas kampung hampir setahun. Di sini pengeluaran lebih banyak sih, harus bayar kos, mikir makan, jatuhnya hampir setengah tahun nganggur. Mau cari makan juga susah takut kalau beli sembarangan,” jelasnya.

Kartini Binti Sarajuddin mahasiswa asal Malaysia yang terpaksa menumpang di desa teman kosnya karena sejak bulan Maret Malaysia sudah memberlakukan lock down. Selama pandemi ini ia belum pernah mendapat bantuan apa pun bahkan sudah sejak maret tak mendapat kiriman uang dari orang tua.

“Pasti masalah keuangan karena malaysia lockdown orang tua nggak bisa ngirim duit. Udah  dari bulan maret nggak di kirim, jadi saya harus hemat buat makan. Tapi yang lebih parah itu buat kuliah daring. Saya jadi nggak bisa hemar buat beli kuota. Selama 2 minggu saya udah abis 138 ribu buat kuliah daring aja. Terus saya sekarang harus numpang di rumah teman saya di sini susah banget nyari sinyal buat kuliah online,” ujarnya.