LQ Indonesia Lawfirm Tanggapi Jerat Hukum Kasus Aksi Dinar Candy

LQ Indonesia Lawfirm Tanggapi Jerat Hukum Kasus Aksi Dinar Candy
Franziska M. R. Runturambi SH (Foto: Istimewa)

JAKARTA – Aksi protes perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang dilakukan Dinar Candy di kawasan Lebak Bulus Jakarta Selatan dengan berbikini berbuntut panjang.

Berita ini menjadi heboh karena aksi Dinar Candy dilaporkan oleh LBH PB SEMMI di SPKT Polda Metro Jaya pada 05 Agustus 2021 lalu dan kemudian dilimpahkan ke Polres Jakarta Selatan. Dinar Candy diduga melakukan tindak pidana pasal 36 Jo Pasal 10 dan atau Pasal 34 Jo Pasal 8 Undang-undang RI Nomor 44 Tahun 2008 tentang pornografi dan atau pasal 281 KUHP.

Dinar Candy ditetapkan sebagai tersangka meskipun tidak ditahan.

Contoh kasus Dinar Candy dan alasan pribadinya berpakaian bikini, menggambarkan bahwa ketika manusia dapat bekerja pada keadaan situasi kehidupan normal  tanpa adanya pembatasan ruang gerak, maka kebutuhan ekonomi sehari-hari dapat tercukupi, manusia bisa hidup dengan rasa aman dan tentram, sehat secara mental dan emosional, sebaliknya ketika manusia dihadapkan dengan lamanya COVID-19 ini berlangsung, terlihat sekilas pribadi manusia sehat tetapi sebenarnya menanggung beban emosional yang sangat berat dan ibarat bom waktu bisa meledak kapan saja.

Franziska M. R. Runturambi pengamat hukum dari LQ Indonesia Law Firm berpendapat bahwa kasus Dinar Candy adalah kasus yang sangat sederhana, ibarat seorang anak yang masih labil dalam bersikap.

“Penegak Hukum dalam hal ini Kepolisian RI seharusnya jangan tergesa-gesa dalam menaikkan status Dinar Candy sebagai tersangka, karena jika dilihat dalam kasus ini, yang dilakukan Dinar Candy adalah sebatas aksi protes yang disampaikan kepada pemerintah akibat PPKM yang terus diperpanjang. Alangkah baik dan bijaksana jika Dinar Candy diperiksa terlebih dahulu kondisi kejiwaan dan mentalnya oleh tenaga ahli kesehatan dibidangnya, untuk mengetahui lebih dalam apakah motif dari aksi protes berbikini yang dilakukan olehnya? Apalagi ancaman hukuman kasus pornografi tidak main-main yaitu 10 tahun penjara dan denda sampai 5 miliar,” kata dia, Senin (09/08).

Kasus ini juga kiranya mendapat perhatian dari Pemerintah, terutama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan organisasi khusus pemerhati wanita, bahwa perempuan dalam menghadapi situasi rumitnya keadaan ekonomi akibat wabah COVID-19 juga sangat mudah mengalami tekanan secara fisik dan terganggu secara emosional, perempuan juga membutuhkan ruang atau sarana dimana mereka bisa melakukan konseling secara pribadi atau berkelompok untuk menyalurkan segala beban kehidupan yang mereka alami selama wabah COVID-19 masih terjadi, guna mendapatkan saran dan bimbingan baik secara ilmu kejiwaan, rohani, mental dan bantuan materi guna mengatasi dan dapat membantu segala permasalahan hidup yang mereka hadapi sehari-hari.

“Perempuan muda seperti Dinar Candy sebagai generasi muda dan calon Ibu dimasa akan datang, memiliki hak untuk dilindungi oleh negara kapan dan dimana saja. Ketika perempuan melakukan aksi protes hanya atas dasar Stres yang berlebihan dan belum tentu terbukti kebenarannya melakukan tindak pidana pornografi,  dan terancam hukuman penjara selama 10 tahun dengan denda besar yang belum tentu dimiliki olehnya, apakah akan memberikan rasa keadilan baginya atau malah menghancurkan masa depannya. Jika sikap dan perilaku Dinar Candi masih bisa diluruskan dengan konseling dan rehabilitasi maka akan lebih baik jika hal itu dilakukan, daripada memberikan hukuman yang hanya akan memperburuk kesehatan mental dan masa depannya dikemudian hari,” kata dia.

Sebagai masyarakat dan warga negara yang baik sudah sepatutnya selalu mematuhi dan melaksanakan aturan hukum yang berlaku di Indoesia dengan baik dan benar, ketika masyarakat terpenuhi seluruh kebutuhan kehidupannya baik sandang, papan dan pangan maka masyarakat pasti akan hidup baik dan tidak mengeluh, tetapi ketika masyarakat berada dalam kondisi bekerja dibatasi, kehilangan pekerjaan akibat pembatasan ruang gerak, kelaparan, tidak memiliki uang untuk hidup, maka masyarakat pasti akan berteriak kepada pemerintah, mengingat akibat dari PPKM semua profesi pekerjaan terganggu, pengangguran bertambah.

Sedangkan faktanya tidak semua masyarakat Indonesia mendapatkan bantuan sosial, padahal dampak dari COVID-19 ini menyasar seluruh kalangan tanpa terkecuali, bahkan dibeberapa tempat bantuan sosial banyak yang dikebiri dan berakibat pidana bagi para pelakunya. PPKM ibarat makan buah simalakama, tidak dilaksanakan akan berdampak fatal bagi ekonomi bangsa dan negara, dilaksanakan akan memberikan dampak sosial-ekonomi yang akibatnya sudah dirasakan dan terjadi pada saat ini.

"Semoga pemerintah Indonesia dalam hal ini semakin bijaksana dan adil dalam mengatasi setiap persoalan hukum rakyat kecil yang kadang berulah hanya karena perutnya lapar, pemerintah dan negara harus terus mengutamakan bahwa keselamatan rakyat diatas segala-galanya sekalipun negara dalam keadaan sulit, dan dengan tetap mengedepankan penegakan hukum yang tajam ke atas dan tumpul kebawah bukan justru sebaliknya," tutup Franziska.