Kisruh POP Kemendikbud

Oleh: Dr. Andi Desfiandi, SE,. MA
PROGRAM Organisasi Penggerak (POP) dari Kemendikbud rencananya akan segera dimulai setelah melalui beberapa tahapan beberapa waktu yang lalu.
POP merupakan program peningkatan kualitas pendidikan dan penguatan sumber daya manusia yang digagas oleh Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud.
Skema pembiayaannya menurut kemendikbud ada 3 model yaitu APBN murni (100% dibiayai oleh APBN), Matching fund (sebagian dibiayai oleh APBN dan sebagian besar oleh organisasi penggerak) dan terakhir adalah skema Mandiri yang keseluruhannya dibiayai oleh organisasi penggerak.
Beberapa waktu lalu muncul kehebohan setelah 2 Ormas Islam besar menyatakan mundur dari program tersebut dengan alasan-alasan tertentu, yaitu Muhamadiah dan NU disusul kemudian PGRI juga ikut mundur dari keikutsertaannya dalam POP.
Saya tidak akan membahas masalah mundurnya organisasi tersebut dan apa alasan-alasannya tapi saya lebih ingin membahas mengenai urgensi program tersebut saat pandemi yang sedang dialami oleh bangsa ini.
Saat ini permasalahan besar semua negara termasuk Indonesia adalah masalah kesehatan dan ekonomi dan kemudian berdampak kepada sosial, politik dan keamanan.
Permasalahan pandemi ini bukan melulu berdampak kepada kesehatan masyarakat tetapi lebih luas lagi yaitu dampak ekonomi dan daya beli masyarakat akibat dunia usaha yang berjatuhan dan kemudian juga berdampak kepada pemutusan hubungan kerja.
Akibat menurunnya perekonomian negara termasuk masyarakat terutama masyarakat menengah kebawah tentunya akan memberikan dampak negatif pula kepada sosial kemasyarakatan dan juga pada akhirnya mengganggu situasi politik dan keamanan didalam negeri.
Efek domino yang diakibatkan oleh pandemi ini begitu luarbiasa kepada seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara sehingga seluruh negara berupaya keras untuk meminimalisir dampak destruktif kepada negara dan masyarakatnya.
Sehingga semua elemen bangsa terutama pemerintah akan fokus kepada 2 masalah utama tersebut yaitu pemulihan kesehatan beserta pencegahannya serta pemulihan ekonomi sebagai tulang punggung ketahanan negara untuk mampu bertahan dan selamat dari kemunduran peradaban yang telah dan akan terjadi.
Apabila negara dan masyarakat mampu menahan laju dampak kerusakan tersebut dan mampu bertahan maka tentunya juga secara tidak langsung akan menahan gejolak sosial, politik dan keamanan di negara kita tercinta.
Untuk itu sangat diperlukan kerjasama dan dan perhatian menyeluruh dari Pemerintah dan seluruh elemen masyarakat dalam menghadapi masalah-masalah serius diatas.
Pemerintah harus mampu menyusun program-program yang tepat sasaran dan tepat waktu dan komprehensif atau holistik dan juga harus selaras saling memperkuat program satu dengan lainnya, agar tidak terjadi overlapping antar lembaga dan kementerian.
Begitupula halnya dengan program pendidikan nasional kita saat ini juga harus dengan visi dan misi yang sama dalam memerangi dampak pandemi ini tanpa melupakan vis utamanya dalam pendidikan nasional.
Misalnya program POP tersebut yang akhir-akhir ini ramai dalam pemberitaan dan ruang publik juga harus benar-benar dipertimbangkan manfaatnya bagi solusi atas masalah kesehatan dan pemulihan ekonomi sektor pendidikan termasuk anak didik, guru dan tenaga kependidikan dan juga lembaga pendidikannya itu sendiri.
Apakah misalnya program POP tersebut tepat sasaran/tepat guna dilakukan saat ini dan apa dampak positifnya kepada anak didik, guru dan tenaga kependidikan serta lembaga pendidikannya ?
Sepertinya untuk saat ini kurang tepat dijalankan karena tidak akan efektif ditengah pandemi ini dan sudah sepantasnya untuk dievaluasi kembali dan digantikan dengan program lainnya yang lebih tepat guna.
Misalnya kemendikbud memberikan insentif internet kepada anak didik, guru dan lembaga pendidikan. Atau memberikan insentif honor kepada guru dan lembaga pendidikannya, atau memberikan tambahan biaya operasional untuk fasilitas daring belajar mengajar serta program2 lainnya dalam rangka penguatan daya beli/ekonomi sektor pendidikan karena faktor tersebut juga memberikan dampak kepada kualitas pembelajaran secara tidak langsung.
Begitu banyak mungkin siswa yang tidak mampu membeli kuota internet, begitu juga dengan guru, bahkan banyak juga sekolah yang tidak mampu menggaji guru dan tenaga kependidikan akibat menurunnya pendapatan.
Mungkin saja alat komunikasi daring yang dimiliki sekolah tidak bisa mengakomodasi pembelajaran daring bahkan mungkin untuk biaya berlangganan internet dan zoom saja tidak mampu.
Barangkali hal-hal tersebut juga perlu untuk dipertimbangkan oleh kemendikbud dalam alokasi anggaran dan programnya, begitupula dengan kementerian lainnya termasuk juga seluruh elemen masyarakat termasuk swasta.
Kita semua dalam perahu yang sama, ditengah laut yang sama dan juga ditengah badai yang sama sehingga seluruh awak dan penumpang harus bekerjasama dan mengikuti keputusan nahkoda dalam melewati badai tersebut.
Wallahualam
*Ketua Yayasan Alfian Husin
Ketua DPP Pejuang Bravo Lima Bidang Ekonomi
Ketua Lembaga Perekonomian NU Provinsi Lampung