Ketum HMI Cabang Kotabumi Soroti Kesejahteraan Kaum Buruh

Ketum HMI Cabang Kotabumi Soroti Kesejahteraan Kaum Buruh
Riza Yasirman (Foto: Istimewa)

LAMPUNG UTARA - Perayaan Hari Buruh Internasional atau dikenal dengan May Day yang jatuh pada hari ini rupanya masih menjadi isu hangat yang banyak diperbincangkan berbagai kalangan di ruang-ruang publik. Tak terkecuali di Lampung Utara.

Salah satu tanggapan itu muncul dari Riza Yasirman, Ketua Umum (Ketum) Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Kotabumi.

Menurutnya, momentum Hari Buruh yang diperingati pada setiap tahunnya tersebut, selayaknya dapat dijadikan landasan dasar bagi pemerintah untuk melakukan pembenahan terhadap kebijakan-kebijakan  yang lebih mengedepankan kepentingan kaum buruh itu sendiri. Dan bukan hanya dirayakan sebagai seremoni belaka.

"Perubahan kehidupan kaum buruh haruslah jadi prioritas utama. Maka disinilah peran pemerintah untuk membenahi kebijakan yang tidak pro terhadap kaum buruh," ungkapnya, Sabtu (01/05).

Tidak hanya itu, Ia pun mengatakan, sudah selayaknya bila pemerintah dapat menjamin sekaligus memastikan kesejahteraan para buruh sebanding dengan para pekerja-pekerja lain yang lebih beruntung kehidupannya. Sebagai contoh misalnya, dengan memberikan kehidupan yang layak bagi seluruh buruh di Indonesia pada umumnya dan Lampung Utara khususnya.

"Stop kebijakan atau program yang hanya menghabiskan anggaran trilliunan rupiah. Seperti program bantuan pra kerja yang tidak jelas inputnya untuk buruh. Sebab program tersebut dirasa hanya menguntungkan pihak swasta sebagai penyedia pelayanan pelatihan kerja nya saja," ucapnya.

Begitupun dengan para pemilik Perusahaan. Riza berpendapat, kiranya para petinggi dengan pengaruh besar yang dimiliki harus mampu melihat dan memposisikan karyawannya sebagai bagian terpenting dari majunya sebuah perusahaan dalam menjalankan bisnisnya.

"Contoh, gaji yang diberikan harus sesuai dengan standar kehidupan yang layak. Kemudian memberikan waktu cuti dan libur bagi para pekerja. Tentu sesuai dengan peraturan yang berlaku," imbuhnya.

Terlebih dengan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja yang baru-baru ini disahkan. Tentu saja dengan seabrek polemik dibelakangnya. Ia menilai, undang-undang tersebut lebih banyak mengandung aturan atau kebijakan yang tidak pro kepada buruh itu sendiri.

"Sebab kepentingan pemilik saham atau para pemodal lebih banyak diprioritaskan disana. Oleh karena itu, perusahaan juga harus terbuka, untuk selalu memperbaiki kualitas pelayanan terhadap buruh di Indonesia," pungkasnya.