Kartini FH Unpad Bahas Problematika Hukum Perpu COVID-19

Kartini FH Unpad Bahas Problematika Hukum Perpu COVID-19
Webinar online Kartini FH Unpad

BANDUNG- Dalam rangka memperingati hari Kartini, Fakultas Hukum, Universitas Padjadjaran mengadakan Webinar secara online dan terbuka secara umum dengan mengusung topik “Problematika Hukum Perpu No. 1 Tahun 2020 Persfektif Kartini FH Unpad.”

Disebut Kartini FH Unpad, mengingat seluruh narasumber termasuk moderator yang dihadirkan dalam kegiatan tersebut adalah kalangan akademisi perempuan di Fakultas Hukum, Universitas Padjadjaran.

Webinar tersebut diisi oleh Prof. An An Chandrawulan yang merupakan Dekan Fakultas Hukum Unpad yang juga Guru Besar Hukum Ekonomi, Prof. Susi Dwi Harjanti, kepala Departemen Hukum Tata Negara, dan Dr. Dewi Kania Sugiharti yang merupakan Peneliti Hukum Administrasi Negara.

Diskusi yang dipimpin Lailani Sungkar ini membahas Problematika Perpu COVID-19 dari 3 persfektif yang berbeda yaitu Hukum Tata Negara, Hukum Ekonomi dan Hukum Keuangan Negara.

Diskusi dibuka dengan pemaparan materi oleh Prof. An An Chandrawulan beliau mengatakan bahwa Pandemi COVID-19 telah berdampak kepada perubahan sektor perekonomian nasional secara cepat.

“COVID 19 telah mengakibatkan perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional, penurunan perekonomian negara dan peningkatan belanja dan pembiayaan, sehingga karena kondisi berubah sangat cepat maka Perpu tersebut dikeluarkan pemerintah dalam kondisi memaksa dan digunakan untuk menyelematkan perekonomian nasional serta menjaga stabilitas keuangan,” ujar An An, Rabu (29/04).

Selanjutnya Dr. Dewi Kania memaparkan dalam diskusi tersebut bahwa terdapat beberapa hal yang diatur dalam Perppu tersebut diantaranya mengenai defisit APBN yang dibolehkan diatas 3% “di Perpu tersebut disebutkan bahwa defisit APBN bisa diatas 3 %, terdapat keringanan atau insentif pajak, ini dilakukan untuk relokasi anggaran atau pergeseran anggaran antar unit organisasi.

Ketika disinggung mengenai pasal kontroversial di Pasal 27 dia turut menanggapi, “Secara normatif seharusnya tidak ada yang kebal hukum, apalagi masalah keuangan sangat sensifit, bahkan dalam hukum keuangan negara, setiap rupiah yang dikeluarkan harus dipertanggungjawabkan karena potensi penyelewanganya besar, kita liat dulu ada kasus BLBI dan Century,” ujarnya.

Terakhir, pengamat Ilmu Perundang-Undangan, Prof Susi Dwi Harjanti mengkritisi Perpu Nomor 1 Tahun 2020. Dia menyinggung terkait dengan materi muatan Perpu yang sudah melebar dari yang seharusnya diatur.

“Perpu ini memberikan kekebalan bagi pejabat dalam menjalankan tugasnya di Pasal 27, dan yang harus digaris bawahi, Perpu itu Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, dia seharusnya hanya mengatur pemerintahan bukan persoalan ketatanegaraan,” ujar Susi

Pernyataan tersebut dilontarkan mengingat menurutnya Pasal 27 Perpu seolah mengatur cabang kekuasaan lain yakni yudikatif. Beliau pun mengkritisi ketentuan di Undang-Undang Dasar yang tidak mengatur secara tegas mengenai Perppu. “Konstitusi kita tidak membatasi apa yang dimaksud kegentingan yang memaksa, tidak juga diatur apa materi muatan Perpu sehingga akhirnya Perpu dibuat atas subjektifitas Presiden,” lanjut Susi.

Perpu Nomor 1 Tahun 2020 sendiri menuai perdebatan dikalangan akademisi khususnya ketentuan pada Pasal 27 yang seolah memberikan perlindungan kepada pejabat pemerintahan dalam melaksanakan tugasnya, bahkan sejumlah masyarakat saat ini sedang mengajukan Judicial Review terhadap Perpu Nomor 1 Tahun 2020 di Mahkamah Konstitusi.