Indonesia Butuh Strategi Keamanan Nasional yang Efektif

JAKARTA - Indonesia dihadapkan pada ancaman global seperti ideologi, persaingan sumber daya alam, geopolitik internasional, teknologi, hingga perdagangan makro. Perkembangan lingkungan strategis tersebut tentu perlu diantisipasi dengan langkah dan tindakan yang efektif.
“Untuk itu, perlu dipersiapkan kebijakan dan strategi keamanan nasional yang efektif yang mampu mengoordinasikan dan memadukan seluruh kekuatan komponen bangsa dan negara,” ungkap Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Tjahjo Kumolo, Minggu (11/10).
Terkait keamanan dan ketahanan nasional, RPJMN 2020-2024 pada prinsipnya sudah menggariskan konteks kebijakan keamanan nasional yang lebih komprehensif dan kontekstual. Secara akademik, keamanan nasional dipandang sebagai suatu konsep multidimensional dengan empat dimensi yang saling berkaitan, yaitu dimensi keamanan manusia, dimensi keamanan dan ketertiban masyarakat, dimensi keamanan dalam negeri, dan dimensi pertahanan.
Tjahjo menerangkan, jika ingin dilakukan pengintegrasian, perlu dicermati kembali sejauh mana ruang lingkup integrasi fungsi keamanan tersebut. Beberapa lembaga negara seperti Lemhannas, Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas), dan lembaga keamanan atau pertahanan terkait fungsinya bisa diintegrasikan.
Apabila ingin merealisasikan wacana pengintegrasian fungsi keamanan nasional dalam satu lembaga, maka hal tersebut dikenal dengan istilah National Security Council. Dari sisi kelembagaan, Menteri Tjahjo merekomendasikan tugas National Security Council fokus pada tiga hal. Pertama adalah sinkronisasi penyusunan rekomendasi kebijakan. Tugas kedua adalah pembangunan sinergitas dan kolaborasi untuk memastikan integrasi kebijakan keamanan nasional. Sedangkan ketiga adalah fasilitasi forum dewan yang terdiri dari presiden dan para menteri atau pimpinan lembaga.
Dalam iklim demokrasi, yang bisa mengambil keputusan publik adalah Pimpinan yang dipilih oleh rakyat, seperti presiden, kepala daerah, atau anggota DPR/DPRD. Sementara pimpinan instansi operasional keamanan seperti Panglima TNI, Kapolri, Pangdam bukanlah pilihan rakyat, jadi tidak dapat membuat kebijakan politik.