IHK Lampung Alami Deflasi -0,35 Persen

BANDARLAMPUNG-Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Lampung mencatat Indeks Harga Konsumen (IHK) Provinsi Lampung mengalami deflasi sebesar -0,35 persen pada Maret 2020, menurun dibandingkan inflasi Februari 0,41 persen dan juga di bawah rata-rata historis inflasi Maret dalam 3 tahun terakhir sebesar 0,02 persen.
Secara tahunan, inflasi Provinsi Lampung tercatat 3,22 persen year on year (yoy), lebih tinggi dibandingkan inflasi Nasional 2,96 persen (yoy) dan Sumatera 2,25 persen (yoy).
Meski berada dalam target sasaran inflasi 3,1 persen, capaian inflasi Maret 2020 telah melebihi nilai tengah target sasaran. Deflasi pada Maret 2020 disebabkan oleh koreksi harga pada kelompok makanan, minuman dan tembakau; informasi, komunikasi dan jasa keuangan, transportasi, serta perlengkapan, peralatan dan pemeliharaan rutin rumah tangga.
Berdasarkan kota perhitungannya, deflasi yang terjadi di Provinsi Lampung disumbang oleh deflasi Kota Bandarlampung -0,44 persen, sementara Kota Metro tercatat mengalami inflasi sebesar 0,27 persen. Secara tahunan, inflasi yang terjadi di Kota Bandarlampung 3,13 persen (yoy) dan Kota Metro 3,96 persen (yoy) masing-masing menempati peringkat yang relatif tinggi yakni k-7 dan ke-2 dari 24 kota perhitungan inflasi IHK se-Sumatera.
“Kondisi inflasi Kota Metro perlu mendapat perhatian mengingat realisasi inflasi Maret 2020 telah mendekati batas atas target sasaran inflasi 3±1 persen yaitu sebesar 3,9 persen (yoy) dan secara kumulatif 1,61 persen (ytd) telah mencapai lebih dari separuh target. Inflasi Kota Metro terutama disebabkan oleh kenaikan harga komoditas emas perhiasan, rokok kretek filter, bawang merah, telur ayam ras, ikan mas,”Kata Direktur Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Lampung, Budiharto Setyawan melalui keterangan resmi Kamis, (02/04).
Ia menambahkan, deflasi Maret 2020 didorong oleh menurunnya harga pada kelompok makanan, minuman dan tembakau yakni sebesar -0,91persen, dengan andil tertinggi 0,27 persen.
Hal ini sejalan dengan penurunan harga yang terjadi khususnya pada komoditas cabai merah, cabai rawit, beras, minyak goreng dan ikan tongkol dengan andil masing-masing sebesar 0,15 persen, 0,06 persen, 0,05 persen, 0,02 persen dan 0,02 persen.
Deflasi bumbu-bumbuan tersebut terjadi seiring dengan terjaganya pasokan komoditas terutama cabai merah dan cabai rawit karena masih berlangsungnya masa panen di beberapa sentra produksi sehingga meningkatkan jumlah pasokan. Harga beras juga menurun seiring dengan mulai masuknya periode panen di beberapa sentra produksi.
“Sementara itu, harga minyak goreng turun seiring dengan masih banyaknya stokk yang tersedia,” imbuhnya.
Meski demikian, deflasi Maret 2020 tertahan inflasi yang terjadi pada sejumlah komoditas antara lain gula pasir 0,05 persen, daging ayam ras dan telur ayam ras (masing-masing 0,03 persen), bawang merah 0,02 persen, serta Bahan Bakar Rumah Tangga 0,02 persen. Kenaikan harga gula pasir tersebut disebabkan oleh mundurnya periode giling tebu dan tertahannya distribusi gula impor akibat merebaknya virus covid-19.
Sementara itu, kenaikan harga daging ayam dan telur ayam terjadi seiring dengan mulai meningkatnya permintaan menjelang bulan Ramadan. “Bawang merah juga tercatat mengalami inflasi karena mulai terbatasnya pasokan di penghujung musim panen raya. Harga Bahan Bakar Rumah Tangga juga masih mengalami kenaikan sejalan dengan kenaikan Harga Eceran Tertinggi (HET) LPG 3 kg dan 12kg,”jelasnya.