Humas Harus Bangun Sinergitas dengan Jurnalis

BANDAR LAMPUNG - Wakil
Sekretaris Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Lampung, Ariyadi Ahmad,
menyatakan penting bagi humas membangun sinergisitas dengan Jurnalis.
“Salah satu ciri humas yang sehat adalah dekat dengan
jurnalis,†kata Ariyadi Ahmad saat menjadi pembicara Forum Group Discussion
Jurnalistik, bertajuk "Kiat Humas dan Marketing Perusahaan Dalam Mengelola
Keluhan Pelanggan di Media Sosial"
FGD tersebut digelar Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh
Indonesia (Persi) Wilayah Lampung, di Hotel Kyriad, Bandarlampung, Kamis
(21/09/2023).
Menurut Ariyadi, humas harus berteman dengan Jurnalis. Hal
ini penting, sebab ketika terdapat informasi minor tentang instansi di mana
Humas bekerja, maka wartawan akan mengkonfirmasinya.
"Sesuai dengan tupoksi Humas, untuk menyampaikan segala
informasi penting mengenai organisasi kepada publik. Maka Humas yang baik akan
dekat dengan jurnalis. Jika ada humas kok ga dekat dengan jurnalis, sebaiknya
segera diganti," kata dia.
Terkait penanganan komplain yang dipublis di Medsos,
biasanya Humas akan membuat rilis sebagai counter dari informasi minor yang
beredar di publik. Tentu, rilis akan dikirim ke media. Sebab, kata dia, jika
dibiarkan beredar, berita minor tersebut akan menjadi sebuah kesimpulan di
publik, tentu ini sesuatu yang membayakan.
"Peran wartawan, menghadirkan pemberitaan yang
sebanding atau seimbang. Jika Humas RS memiliki komunikasi yang baik dengan
wartawan, maka berita pembanding dari berita minor tersebut akan tersebar lebih
luas dan cepat," ujarnya.
Wartawan juga, sambungnya, satu-satunya yang bisa melakukan
verifikasi dari informasi yang diviralkan dan menghadirkan pendapat yang
seimbang dan tidak sepihak.
Selain menjalin kedekatan, lanjut dia, humas juga idealnya
memiliki ruang diskusi dengan jurnalis, misalnya dengan membuat WhatsApp Group, sebagai ruang bertukarnya
informasi agar penyebaran informasi dan counter isu lebih efektif dan cepat.
Ia lantas mencontohkan sinergisitas yang dibangun oleh
beberapa instansi baik swasta maupun instansi pemerintah dengan jurnalis.
Idealnya, kata dia, RS juga melakukan hal yang sama. Apalagi
menurutnya, pemberitaan di publik seputar RS hanya berkutat di persoalan sakit
dan obat. Padahal akan menarik jika pemberitaan lembaga kesehatan juga
menyoroti soal program-program RS.
Selain dekat dengan jurnalis, salah satu syarat menjadi
Humas adalah harus bisa menulis, agar visi dan misi, program dari perusahaan
bisa dikemas melalui tulisan dan disuguhkan ke publik.
Jika rilis yang dibuat oleh Humas menarik, maka jurnalis
akan melakukan konfirmasi atau mengutip.
Dalam diskusi tersebut juga, beberapa Humas Rumah Sakit di
Lampung itu, cukup mengeluhkan kerja-kerja jurnalis yang tidak mengedepankan
etika.
Ariyadi menegaskan, saat ini 9 dari 10 program PWI adalah
pendidikan dan peningkatan mutu wartawan. Karenanya, ia memastikan wartawan yang
tergabung di PWI sudah kompenten dan menjalankan kode etik jurnalistik dengan
baik.
"Kalau ada ditemukan wartawan kami tidak beretika,
laporkan pada kami," tandasnya.