BPOM: Inspeksi Kami Obat COVID-19 UNAIR Butuh Klarifikasi Data Kritikal

BPOM: Inspeksi Kami Obat COVID-19 UNAIR Butuh Klarifikasi Data Kritikal
Penny K. Lukito Kepala Badan POM (foto:BPOM RI)

JAKARTA - Badan POM baru menerima laporan hasil uji klinik tersebut yang diserahkan oleh Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Andika Perkasa kepada Kepala Badan POM. Terhadap hasil uji klinik tersebut akan dilakukan evaluasi untuk dapat menyimpulkan apakah uji klinik tersebut valid atau tidak, dan mengetahui apakah obat kombinasi tersebut lebih baik daripada obat standar yang digunakan. Rabu (19/8).

Sementara itu, hasil inspeksi Badan POM pada senter penelitian di wilayah Bandung yang dilakukan pada tanggal 27-28 Juli 2020 menunjukkan perlunya beberapa klarifikasi data yang kritikal, yaitu data laboratorium yang dapat membuktikan bahwa efektivitas kombinasi obat yang sedang diuji lebih baik daripada obat standar, serta efektivitas pada subyek dengan derajat penyakit sedang dan berat.

karena semua kasus di SECAPA merupakan pasien dengan gejala ringan dan bahkan pasien tanpa gejala yang seharusnya tidak perlu diberikan obat tersebut. Badan POM juga akan menilai perbaikan dan klarifikasi yang diberikan oleh peneliti dan/ atau sponsor. Jika perbaikan dan klarifikasi tersebut tidak dapat mendukung validitas hasil uji klinik, maka peneliti harus mengulang pelaksanaan uji klinik.

Sebelumnya Memasuki pertengahan kuartal ketiga tahun 2020 ini, Badan POM telah mengawal pelaksanaan beberapa uji klinik obat COVID-19, termasuk salah satunya adalah uji klinik untuk 5 kombinasi obat yang diajukan oleh tim peneliti Universitas Airlangga (UNAIR). Kepala Badan POM menjelaskan lebih lanjut bahwa Tim Peneliti UNAIR dengan sponsor Badan Intelijen Negara (BIN) telah mengajukan Protokol Uji Klinik (UK) untuk 5 Kombinasi Obat pada tanggal 12 Juni 2020

Penny K. Lukito Kepala Badan POM menekankan perlunya kehati-hatian dalam pengambilan keputusan dari hasil uji klinik ini, mengingat penggunaan obat kombinasi baru yang tidak tepat akan mengakibatkan risiko efek samping, resistensi, dan biaya yang tidak perlu.

“Hal lain yang perlu menjadi perhatian dalam memproduksi obat adalah bahwa obat kombinasi tersebut harus dapat diformulasi dengan baik dan tidak menimbulkan inkompatibilitas baik secara kimia maupun fisik. Industri Farmasi yang akan memproduksi harus telah memiliki sertifikat Cara Produksi Obat yang Baik (CPOB),” tutur Kepala Badan POM.

“Semua keputusan dilakukan berdasarkan bukti ilmiah yang kuat dan dilakukan oleh tim KOMNAS Penilai Obat. Badan POM akan memberikan Persetujuan Penggunaan pada masa darurat jika hasil evaluasi data uji klinik tersebut dinyatakan valid dan sesuai serta telah memenuhi aspek mutu dalam proses pembuatannya,” tegas Penny K. Lukito.

“Sesuai dengan prosedur tetap di Badan POM, suatu Protokol UK akan mendapatkan persetujuan pelaksanaan, setelah sebelumnya dibahas dan disetujui oleh Badan POM dan Komite Nasional (KOMNAS) Penilai Obat yang terdiri dari ahli farmakologi, klinisi dari multidisiplin bidang penyakit dari berbagai perguruan tinggi, serta ahli kebijakan regulatori di bidang obat,” jelas Kepala Badan POM.