Kamis, 24 November 2022
14:49
DKR: Sistim BPJS Amburadul, Menkes Gak Perlu Jadi Petugas PLN

Penulis
REDAKSI

Ketua Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) Jawa Tengah Nurhadi. Foto: Istimewa
JAKARTA - Ketua Dewan
Kesehatan Rakyat (DKR) Jawa Tengah Nurhadi menyatakan Menteri Kesehatan tidak
perlu jadi petugas PLN yang memeriksa 1.000 Peserta BPJS Kesehatan yang
dicurigai membobol dana APBN.
“Sistim dalam BPJS sudah amburadul dilindungi oleh UU No
40/2004 Tentang SJSN dan UU No 24/2011
Tentang BPJS yang memang bermasalah. Ada yang tertangani dengan baik, tapi
lebih banyak yang tidak tertangani semestinya," jelasnya, Kamis (23/11/2022), menanggapi
pernyataan Menkes Budi Gunadi Sadikin di DPR beberapa waktu lalu.
Ia mengingatkan Menkes bahwa UU SJSN dan UU BPJS itu
diwajibkan pada seluruh warga negara kaya maupun miskin.
"Gak ada urusan dengan ukuran pembayaran PLN. Karena
kalau sakit parah, orang kaya bisa jatuh miskin. dan sebagai peserta BPJS.dia
berhak mendapatkan pelayanan karena sudah bayar iuran setiap bulan, itu
perintah undang-undang," jelasnya.
Persoalannya menurut Nurhadi, kemana dana BPJS Kesehatan
yang terkumpul dari iuran dan APBN juga APBD serta perusahaan swasta itu?
Undang-undang menegaskan dan tersebut bisa diputar untuk membeli surat
berharga.
"Jadi dana BPJS sebenarnya untuk kepentingan memutar
rodak ekonomi, bukan untuk pelayanan kesehatan rakyat," tegasnya.
Dana BPJS juga menurutnya dipakai untuk operasional, dan
bayar gaji dari semua direksi, manajemen sampai semua petugas seperti
perusahaan asuransi.
"Gaji seorang direksi bisa ratusan juta. Hitung aja
sendiri.berapa total pengeluaran BPJS untuk semua operasional," tegasnya.
Menurutnya, BPJS Kesehatan perlu dibubarkan saja,
dikembalikan jaminan kesehatan yang dikelola negara seperti Jaminan Kesehatan
Masyarakat (Jamkesmas) dibawah Kementerian Kesehatan.
"Semua warga negara dijamin kesehatannya oleh negara tidak
perlu bayar iuran dan masuk rumah sakit manapun mendapat pelayanan standar
semua. Kalau minta naik kelas dan pelayanan plus, harus bayar plusnya. Gitu
aja," tegasnya.
Menurutnya, jangan seperti sekarang dibawah UU SJSN dan UU
BPJS yang mewajibkan rakyat membayar pelayanan kesehatan seperti asuransi, tapi
pelayanan semakin buruk.
"Ngakunya dana habis untuk pelayanan kesehatan, padahal
dana habis diputar dalam jual beli surat berharga dan biaya operasional dan
manajemen BPJS," ujarnya.
Nurhadi mengingatkan bahwa Presiden Jokowi diawal pemerintahan pernah mencanangkan KIS
(Kartu Indonesia Sehat) bagi mereka yang
miskin dan tak mampu. Pembiayaannya dimasuk skema BPJS PBI (Penerima Bantuan
Pemerintah) dari dana APBN.
"Pak Jokowi tahu gak kalau KIS dan PBI itu udah gak
berlaku tidak ditanggung BPJS? Sekarang program itu diserahkan ke Kemensos.
Karena tidak ada alokasi dana diserahkan ke Dinas Sosial daerah. Dan kalau
kuotanya habis maka pelayanan kesehatan orang miskin tidak ada yang bayar.
Rumah sakit menolak beban dan pasiennya mati!" tegasnya. Soal ini sudah
berkali-kali disampaikan kepada BPJS Kesehatan tapi tidak ada jalan
keluar," tegasnya.
Cek Tagihan Listrik
Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin akan
mengecek data tagihan listrik 1.000 orang yang tagihan biaya perawatannya
paling membebani keuangan BPJS Kesehatan.
Hal tersebut akan ia lakukan karena curiga sejumlah orang
kaya membebani BPJS Kesehatan dengan biaya pengobatan tinggi.
"Saya mau lihat 1.000 orang yang paling banyak expense-nya
di BPJS. Saya mau tarik datanya, saya mau lihat itu PLN-nya besarnya
berapa," kata Budi dalam rapat bersama Komisi IX DPR RI, Selasa (22/11/2022).
Ia menyebut dirinya bakal mengukur kekayaan 1.000 peserta
yang paling membebani BPJS melalui besaran VA listrik yang dikonsumsi.
Menurutnya, jika seseorang memiliki besar VA di atas 6.600,
maka ia tergolong ke dalam masyarakat yang mampu alias kaya.
"Kalau VA-nya di atas 6.600, yang pasti itu adalah
orang yang salah. Karena saya juga dengar sering sekali banyak orang-orang yang
dibayarin besar itu banyaknya, mohon maaf, orang-orang kadang konglomerat
juga," kata Budi.
Ia menuturkan peserta BPJS Kesehatan dari golongan orang
kaya tidak seharusnya bergantung banyak pada pelaksana Program Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) itu. Sebagai gantinya, mereka seharusnya
mengombinasikan iuran jaminan sosial BPJS Kesehatan dengan asuransi swasta jika
ingin berobat.
Berita Terkait